Sabtu, 07 Maret 2009

Judicial Review' UU BHP Diajukan Awal Maret

JAKARTA--MI: Sejumlah elemen masyarakat yang tergabung dalam 'Aliansi Rakyat Tolak UU BHP' akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pengajuan judicial review itu akan disampaikan ke MK secepatnya akhir Februari dan paling lambat pada awal Maret 2009.

''Kami sudah mempersiapkan dua tim untuk mengajukan judicial review itu ke MK, materi gugatan, pengacara dan 3 orang saksi ahli,'' kata 'Koordinator Aliansi Rakyat Tolak UU BHP' Lody Paat kepada Media Indonesia, di Jakarta, Rabu (4/2). Adapun aliansi itu, antara lain terdiri dari Koalisi Pendidikan, Kelompok Studi Kultural dan Pedagogik, dan Serikat Guru Tangerang dan Banten.

Lody Paat mengatakan, kedua tim yang mengajukan judicial review terdiri dari individu dan satu badan hukum pendidikan. Sedangkan, untuk ketiga orang saksi ahli yang telah dipersiapkan dipercayakan pada pakar pendidikan dari Universitas Negeri Jakarta, Prof H A R Tilaar, Prof Winarno Surachmad, dan Prof Imam Chourmain.

Pengacara Aliansi, Uli Parulian Sihombing menambahkan, materi gugatan terhadap UU BHP itu, karena UU BHP bertentangan dengan konstitusi, khususnya pasal 31 UUD 1945. ''Disitu jelas, pendidikan bukan komoditas. Karena itu, MK diharapkan konsisten, untuk menetapkan pendidikan sebagai hak. Artinya, MK bisa mencabut UU BHP, tidak hanya pasal-pasalnya, tetapi keseluruhan UU BHP,'' kata Uli.

Senada dengan itu, Prof Tilaar mengungkapkan, kesaksiannya terhadap gugatan UU BHP ke MK, karena UU BHP hanyalah otonomi setengah hati. Menurut Tilaar, para konseptor UU BHP tidak mengerti dengan permasalahan pendidikan. ''Selain membatasi peserta didik dalam mengenyam pendidikan, juga membatasi kreativitas masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan, karena bisa dinyatakan pailit,'' ujar Tilaar.

Pakar pendidikan lainnya, Prof Winarno Surachmad menambahkan, kesediaannya menjadi saksi ahli mengenai gugatan terhadap UU BHP, karena UU BHP tidak memperbaiki permasalahan pendidikan, melainkan justru menciptakan permasalahan pendidikan.
''Pasalnya, guru nantinya hanya sebatas kontrak kerja, karena lembaga pendidikan bisa dinyatakan pailit,'' kata mantan Rektor Universitas Negeri Jakarta itu.

Winarno pun berpendapat, UU BHP sangat bertentangan dengan nilai hidup dan nilai budaya, karena permasalahan pendidikan hanya berkutat pada permasalahan keuangan yang dikelola oleh yayasan atau pemilik lembaga pendidikan. ''Tidak cukup hanya pada audit keuangan semata, karena ini hanya proyek besar, yang memperluas kesempatan kerja bagi akuntan, sebagai backgorund Mendiknas yang juga seorang akuntan,'' ujar Winarno.

Sementara itu, Prof Imam Chourmain menyayangkan lahirnya UU BHP justru melupakan pendidikan informal. Sebaliknya, yang justru didorong oleh pemerintah adalah keberadaan pendidikan formal yang harus berubah status menjadi badan hukum pendidikan. ''Padahal, banyak sekali lembaga pendidikan informal yang belum siap untu berubah statusnya menjadi BHP,'' ujar Imam, yang juga guru besar UNJ ini. (Dik/OL-02)

Sumber: Media Indonesia Online
http://www.mediaindonesia.com/index.php?ar_id=NTkyODY=

Tidak ada komentar:

Posting Komentar