Selasa, 28 April 2009

Keterampilan Kejuruan Pacu Kreativitas

Arah kebijakan dan tujuan pendidikan kecakapan hidup di lingkungan pendidikan nonformal dan informal (PNFI) adalah untuk mengakrabkan peserta didik dengan kehidupan nyata. Pendidikan vokasional yang berorientasi pada pembekalan kecakapan hidup merupakan bisnis inti dari pendidikan nonformal. Penanaman penguasaan keterampilan vokasional memacu kreativitas dan mengembangkan pemahaman peran individu dalam kehidupan sosial. Hal tersebut disampaikan Direktur Pendidikan Kesetaraan Ella Yulaelawati membacakan sambutan tertulis Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal (Dirjen PNFI) Ace Suryadi pada Workshop Pendidikan Nonformal Bidang Vokasional di Hotel Atlet Century, Jakarta, Kamis (10/04/08). Ella menyampaikan, pendidikan kecakapan hidup merupakan isu sentral dalam pelayanan pendidikan. "Hal tersebut merupakan jembatan penghubung antara penyiapan peserta didik di lembaga pendidikan dengan masyarakat dan dunia kerja," katanya. Ella menjelaskan, program kecakapan hidup diselenggarakan melalui permainan edukatif pada pendidikan anak usia dini. Selain itu, juga melalui pembekalan kecakapan membaca, menulis dan berhitung bagi peserta pendidikan keaksaraan fungsional. Program lainnya berupa pembinaan kursus kewirausahaan desa, kursus kewirausahaan kota , dan kursus paraprofesi. Sementara, lanjut Ella, di Direktorat Kesetaraan, pembekalan kecakapan hidup secara khusus menjadi muatan kurikulum dalam bentuk pelajaran keterampilan fungsional dan kepribadian profesional. "Di samping pembekalan kecakapan hidup melalui mata pelajaran iptek dengan pendekatan tematik, induktif, dan berorientasi kebutuhan masyarakat di wilayahnya." Dalam workshop yang diselenggarakan bekerjasama dengan German Technical Cooperation (GTZ) dipaparkan hasil penelitian tentang pelatihan vokasional pada pendidikan nonformal. Studi dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap sebanyak 1834 peserta kursus (719 peserta masih mengikuti kursus dan 1115 telah menyelesaikan kursus) dan 174 penyedia kursus, termasuk pemerintah dan swasta. Susanna Adam, Ketua Tim Peneliti memaparkan, sebanyak 84 persen peserta pelatihan menyatakan keinginannya untuk membuka usaha secara mandiri. Sementara dari hasil penelitian, sebelum diselenggarakan pelatihan sebanyak tujuh persen peserta telah melakukan usaha mandiri. "Usia mengikuti pelatihan sebanyak sembilan belas persen telah mampu melakukan usaha mandiri," katanya. Susanna menyebutkan, penelitian dilakukan di tiga provinsi yakni, Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Jawa Barat. Menurut dia, tiga daerah yang dipilih ini karena mempunyai latar belakang dan masalah yang berbeda-beda. "Aceh dengan daerah yang pasca konflik dan tsunami, NTT daerah yang masih tertinggal, dan Jawa Barat sebagai daerah yang sudah berkembang," ujarnya.***

Sumber: Setjen.diknas.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar