Rabu, 06 Mei 2009

Pendidikan Khusus Advokat Dinilai Menghambat

senin, 21 November 2005


Singkawang,- Seorang sarjana hukum di Kota Singkawang menilai pendidikan advokat yang tertuang dalam pasal 2 UU Nomor 18 tahun 2003 menghambat seseorang untuk menjadi advokat.

"Pendidikan khusus tersebut hanya dijadikan ajang komersil bagi pelaksana pendidikan khusus advokat," kata, Luwi Fitriadi SH.

Pendidikan khusus tersebut terlalu menyedot biaya besar dari calon-calon advokat yang ingin mengikuti pendidikan tersebut. Sementara pendidikan tersebut hanya berlangsung tiga bulan saja. Baik yang ada di Kota Pontianak maupun di Jakarta. Keduanya membutuhkan biaya cukup besar. Belum lagi untuk ongkos transportasi, semuanya mempersulit seseorang untuk menjadi advokat. Terutama sambungnya bagi para sarjana hukum yang kurang mampu dan tidak memiliki biaya cukup untuk itu, seperti terjadi pada dirinya. Untuk menopang kehidupan sehari-hari saja pas-pasan, karena diakuinya untuk saat ini, ia belum mendapatkan perkerjaan tetap.

Lagipula kata dia, pendidikan khusus advokat itu sebetulnya tidak perlu lagi dijadikan sebagai syarat mutlak seseorang menjadi advokat. Karena pendidikan tentang pengacara itu sendiri sudah didapatkan seorang sarjana hukum sewaktu ia kuliah di perguruan tinggi masing-masing. Karena didalam pendidikan kuliah tersebut terdapat mata kuliah yang berkaitan langsung dengan acara pidana maupun perdata serta teknis-teknis beracara di Pengadilan. "Semuanya sudah didapatkan tinggal ke Pengadilan Negeri saja untuk praktiknya,"kata Luwi praktis.

Jadi kata dia, pendidikan khusus advokat ini hanya menjadi penghalang bagi para sarjana hukum untuk menjadi advokat. Menurutnya, jika system untuk menjadi advokat ini masih saja terus berlangsung, sama saja itu bertentangan dengan Pasal 12 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia. Pasal itu berbunyi "setiap orang berhak untuk mengembangkan dirinya termasuk mencerdaskan diri". Termasuklah niat seseorang menjadi advokat.

Dari berbagai pendapat yang dikemukakan Luwi di atas, ia berharap undang-undang tentang advokat itu dapat direvisi. Sehingga memberikan peluang sebesar-besarnya kepada para sarjana hukum yang berkeinginan untuk menjadi advokat DPR RI diharapkan dapat memperhatikan ini. Karena ini untuk pengembangan SDM khususnya SDM di bidang hukum. (vie)

< style="color: black; background-color: rgb(160, 255, 255);">pendidikan advokat yang tertuang dalam pasal 2 UU Nomor 18 tahun 2003 menghambat seseorang untuk menjadi advokat.

"Pendidikan khusus tersebut hanya dijadikan ajang komersil bagi pelaksana pendidikan khusus advokat," kata, Luwi Fitriadi SH.

Pendidikan khusus tersebut terlalu menyedot biaya besar dari calon-calon advokat yang ingin mengikuti pendidikan tersebut. Sementara pendidikan tersebut hanya berlangsung tiga bulan saja. Baik yang ada di Kota Pontianak maupun di Jakarta. Keduanya membutuhkan biaya cukup besar. Belum lagi untuk ongkos transportasi, semuanya mempersulit seseorang untuk menjadi advokat. Terutama sambungnya bagi para sarjana hukum yang kurang mampu dan tidak memiliki biaya cukup untuk itu, seperti terjadi pada dirinya. Untuk menopang kehidupan sehari-hari saja pas-pasan, karena diakuinya untuk saat ini, ia belum mendapatkan perkerjaan tetap.

Lagipula kata dia, pendidikan khusus advokat itu sebetulnya tidak perlu lagi dijadikan sebagai syarat mutlak seseorang menjadi advokat. Karena pendidikan tentang pengacara itu sendiri sudah didapatkan seorang sarjana hukum sewaktu ia kuliah di perguruan tinggi masing-masing. Karena didalam pendidikan kuliah tersebut terdapat mata kuliah yang berkaitan langsung dengan acara pidana maupun perdata serta teknis-teknis beracara di Pengadilan. "Semuanya sudah didapatkan tinggal ke Pengadilan Negeri saja untuk praktiknya,"kata Luwi praktis.

Jadi kata dia, pendidikan khusus advokat ini hanya menjadi penghalang bagi para sarjana hukum untuk menjadi advokat. Menurutnya, jika system untuk menjadi advokat ini masih saja terus berlangsung, sama saja itu bertentangan dengan Pasal 12 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia. Pasal itu berbunyi "setiap orang berhak untuk mengembangkan dirinya termasuk mencerdaskan diri". Termasuklah niat seseorang menjadi advokat.

Dari berbagai pendapat yang dikemukakan Luwi di atas, ia berharap undang-undang tentang advokat itu dapat direvisi. Sehingga memberikan peluang sebesar-besarnya kepada para sarjana hukum yang berkeinginan untuk menjadi advokat DPR RI diharapkan dapat memperhatikan ini. Karena ini untuk pengembangan SDM khususnya SDM di bidang hukum. (vie)

Sumber :http://72.14.235.132/search?q=cache:zCBRiKv6QokJ:arsip.pontianakpost.com/berita/index.asp%3FBerita%3DSingkawang%26id%3D103837+artikel+pendidikan+khusus&cd=21&hl=id&ct=clnk&gl=id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar