Kamis, 28 Mei 2009

Psikologi Anak Luar Biasa

BAB I
Kajian Psikologis tentang Perkembangan Anak

Secara umum perubahan-perubahan yang terjadi pada diri manusia meliputi empat tipe, yaitu :
1. Perubahan ukuran yang meliputi perubahan fisik seperti bertambah tinggi,bertambah berat,besarnya organ-organ,dan sebagainya.
2. Perubahan proporsi,dapat diamati dari perbandingan antara ukuran-ukuran tubuh manusia yang mengalami perubahan.
3. Hilangnya sifat atau keadaan-keadaan tertent,misalnya hilangnya rambut dan gigi pada bayi,hilangnya sifat kekanak-kanakkan,hilangnya gerakan-gerakan bayi yang tidak bermakna,dsb.
4. Munculnya sifat-sifat atau keadaan baru,misalnya munculnya karekteristik-karakteristik seksual,standar-standar moral,dsb.

ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN ANAK
1. Periode-periode perkembangan
Masa perkembangan anak meliputi lima periode sebagai berikut :
a. Periode pra-natal(sejak konsepsi sampai kelahiran)
b. Periode infasi(sejak lahir sampai 10-14 hari)
c. Masa bayi (sejak 2 minggu sampai 2 tahun)
d. Masa anak-anak ( sejak usia 2 tahun sampai masa remaja)
• Masa anak-anak awal (sejak usia 2 tahun sampai 6 tahun )
• Masa kanak-kanak akhir (sejak usia 6 sampai 13 tahun untuk anak perempuan dan 14 tahun untuk anak laki-laki ).
e. Masa Pubertas (sejak usia 11 tahun sampai 16 tahun)
2. Perkembangan fisik
Pertumbuhan terjadi dalam siklus yang teratur serta dapat diramalkan dan menunjukkan tempo yang berbeda-beda pada usia yang berbeda dan bagian tubuh yang berbeda pula.
Tinggi dan berat tubuh anak ditentukan oleh hormon pertumbuhan yang ada pada kelenjar pituitari. Ukuran tubuh mempengaruhi penampilan,koordinasi motorik, dan status kematangan anak.
Pengapuran tulang anak mempengaruhi penampilan dan tingkah laku anak, dan kedua aspek ini mempengaruhi konsep diri anak. Perbandingan otot dan lemak pada tubuh anak secara langsung mempengaruhi tipe dan kualitas tingkah laku anak. Perbandingan itu secara tidak langsung mempengaruhi reaksi anak terhadap bentuk tubuhnya dan dipengaruhi oleh sikap masyarakat terhadap hal tersebut.
Gigi susu anak mempengaruhi anak secara fisik dan keseimbangan,Sedangkan gigi tetap anak mempengaruhi anak secara psikologis dengan peran menunjukkan tanda kematangan dan pengaruh terhadap penampilan dan kegiatan berbicara anak. Kondisi kesehatan anak berpengaruh terhadap pertumbuhan fisik,kualitas energi,perkembangan diri,keadaan emosi,tingkah laku sosial,dan prestasi sekolah anak.

3. Perkembangan kemampuan kognitif
Piaget memandang intelegensi sebagai suatu proses adaptif dan menekankan bahwa adaptasi melibatkan fungsi intelektual.piaget membahas proses adaptasi yang diartikan sebagai keseimbangan antara kegiatan organisme dan kegiatan lingkungannya. Dengan demikian lingkungan dipandang sebagai suatu hal yang terus menerus mendorong organisme untuk menyesuaikan diri terhadap situasi realitas,demikian pula secara timbal balik organisme secara konstan menghadapi lingkungannya sebagai suatu struktur yang merupakan bagian dari dirinya.

a. Asimilasi dan Akomodasi.
Organisme menyesuaikan lingkungannya terhadap sistem biologis yang sudah ada,proses ini disebut piaget sebagai asimilasi. Organisme mengasimilasikan lingkungan atau persepsinya mengenai lingkungan ke dalam sistem yang sudah ada dalam diri organisme. Modifikasi organisme untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya disebut piaget sebagai akomodasi. Organisme mengakomodasikan dirinya terhadap realitas eksternal.Dalam setiap kegiatan intelektual selalu merupakan interprestasi terhadap lingkungannya (asimilasi mental) suatu usaha untuk menstrukturkan situasi menurut suatu sistem yang sudah ada. Setiap kegiatan mental selalu melibatkan beberapa adaptasi sistem yang ada terhadap kondisi realitas yang sudah ada pada waktu itu.

b. Keseimbangan
Adaptasi adalah keseimbangan akomodasi dan asimilasi. Hal ini berarti bahwa interaksi antara organisme dan lingkungannya berada dalam keadaan seimbang.
Defenisi lain, adaptasi adalah kegiatan mental dimana untuk pertama kalinya individu berusaha menghadapi suatu bagian lingkungan \,misalnya seorang remaja yang baru belajar berdansa tidak melaksanakan kegiatan adaptasi karena dalam hal ini akomodasi menguasai asimilasi

c. Skema
Kecendrungan untuk melatih atau mengulang skema disebut piaget ‘asimilasi fungisional’ atau ‘asimilasi reproduktif’. Hal tersebut menyebabkan skema-skema tersebut menjadi terintegrasi dengan lebih baik,lebih stabil,dan lebih mantap.
Dalam hal ini dikenal empat periode utama dalam ontogenik inteligensi dalam sistem paiget yang masing-masing dapat dibagi dalam beberapa periode dan tahap.
Periode pertama dalam perkembangan inteligensi atau kognitif adalah periode inteligensi senso-motorik yang dimulai pada awal kelahiran dan berakhir pada usia 2 tahun, dan menjadi 6 tahap yang berbeda dan dibagi lagi menjadi beberapa sub-tahap.





a) Periode Inteligensi Senso-Motor (sejak lahir sampai 2 tahun)
• Tahap pertama; pelaksanaan skema refleksi (sejak lahir sampai 1 bulan).
Pada tahap ini terjadi refleksi neo-natal seperti menghisap,refleksi menggenggam,dan refleksi moro.selama tahap ini,bayi yang baru dilahirkan melatih atau mempraktekkan reflek-reflek ini dan menjalani proses menuju ke arah kemantapan dan keefesienan.
• Tahap kedua; adaptasi pertama yang dipelajari dan reaksi sirkuler yang pertama (sejak 1 bulan sampai 4 bulan).
Pada tahap ini skema refleks banyak mengalami perubahan sebagi hasil interaksi bayi dengan lingkungannya. Pada tahap ini proses asimilasi timbal balik,maka terbentuklah suatu koordinasi dalam bentuknya yang paling sederhana di antara berbagai skema,misalnya menghisap dan melihat,menggenggam dan menghisap,melihat dan mendengar.
• Tahap ketiga; reaksi sirkuler 9dari 4 bulan sampai 8 bulan ).
Selama tahap ini anak menjadi terorientasi pada dirinya dan sekelilingnya. Mereka menunjukkan tanda-tanda pertama bahwa mereka mengenal yang sudah biasa dihadapinya dan menunjukkan intensionalitas tingkah lakunya.
• Tahap keempat; koordinasi skema sirkuler (dari 8 bulan sampai 12
Bulan).
Pada tahap ini orientasi bayi makin terarah ke arah dunia luar dirinya.pada tahap ini, bayi mulai mengantisipasi apa yang akan terjadi dan dengan kemampuannya untuk perta kali dengan jelas terlihat bahwa bayi mulai berusaha mempengaruhi masa depannya.
• Tahap kelima; reaksi sirkiler tersier (mulai 12 bulan sampai 18 bulan).
Pada saat ini asimilasi dan akomodasi dapat dibedakan dengan jelas. Akomodasi tidak lagi sekedar dipaksakan pada anak-anak,sebab dia mulai secara aktif mencari pengalaman-pengalaman untuk mengadakan akomodasi dengan melakukan percobaan-percobaan terhadap lingkungannya.Hal ini menandai mulainya adaptasi baru yang ditunjukkan oleh piaget bahwa orang memiliki ciri atau sifat intelegensi yang sesungguhnya.
• Tahap keenam; penemuan cara baru melalui kombinasi mental
(18 bulan dan seterusnya sampai 2 tahun ).
Pada tahap ini mereka mulai dapat mengungkapkan secara simbolis kejadian-kejadian yang tidak ada dalam bidang persepsi mereka dan mulai menggabungkan image-image atau simbol-simbol ini secara internal.

b). Periode Pemikiran Pra-Operasional(mulai 2.0 sampai 7.0 tahun )

Pada peride sensomotorik anak-anak hanya tertarik pada persoalan apakah respon yang mereka dapat memberikan hasil yang mereka inginkan, mereka tidak mempersoalkan cara mereka memperolh hasil tersebut (mempersoalkan what) tidak mempersoalkan ‘how’.Intelegensi pada periode ini tidak bersifat reflektif : Pada periode ini tidak terdapat suatu hal yang merupakan usaha untuk mengejar atau memperoleh pengetahuan atau kebenaran. Pada periode sensomotorik anak hanya mempersoalkan aspek kongkrit tentang dunia realitas;jarak spatio-temporal antara anak dengan objek yang mereka persoalkan sangatlah dekat.
Menerut piaget syarat utama untuk representasi realitas dalam diri individu adalah kemampuan untuk membedakan antara ‘significate’.Signifer adalah suatu resperentasi internal,seperti misalnya image atau kata-kata yang melambangkan atau mewakili beberapa aspek realitas.Significate adalah pengertian anak mengenai aspek realitas tersebut di atas.Bagi anak-anak mengenai baju tidur merupakan isyarat bagi bayi bahwa mereka akan dibawa ke tempat tidur,anak tidak menyadari perbedaan antara signifer dengan significate.Berbeda dengan anak yang lebih besar yang bermain-main dengan memberikan makanan kepada anjing mainannya,mengerti bahwa potongan kayu yang dianggap biskuit untuk anjing hanya merupakan lambang dan yang dilambangkan adalah biskuit. Dalam hal ini anak-anak yang berada pada periode pra-oprasional atau taraf yang lebih tinggi,menunjukkan kemampuan untuk menimbulkan secara internal suatu aspek dari dunia yang secara perseptual tidak hadir dan dapat mengenal atau mengetahui bahwa mereka melakukan hal tersebut.Anak menunjukkan kemampuan untuk mengadakan signifer dan significate.
Proses pemikiran pra-oprasional pada dasarnya bersifat egosentris. Selama periode ini anak-anak tidak mengembangkan kemampuan untuk memandang suatu masalah dari berbagai sudutMereka tidak dapat menduga posisi kognotif orang lain atau melihat sudut pandangnya sendiri sebagai salah satu sudut pandang yang mungkin dari sekian banyak kemungkinan yang ada.Jadi mereka tidak perlu mempertahankan pandangan mereka atau menilai,membenarkan logika mereka.Anak-anak pada periode pra-oprasional cenderung untuk memusatkan perhatian mereka pada ciri-ciri yang paling menarik dari suatu stimulus.
Keterbatasan lain pada periode ini ialah kenyataan bahwa anak tidak dapat melaksanakan penalaran secara rasional.Penalaran pada periode pra-oprasional ini berlatih dari yang bersifat khusus ke sifat lainnya dan tidak bergerak bolak-balik. Keterbatasan lain dalam pemikiran pra-oprasionalmelibatkan kemampuan anak untuk berpikir maju(forward) maupun berpikir mundur(backward). Anak-anak pada periode pra-oprasional tidak dapat berpikir dengan gerak seperti itu tanpa menimbulkan distori pada usur-unsur pemikiran tersebut.

c). Periode Oprasional Konkret (mulai usia 7.0 – 11.0 tahun)
Anak-anak pada periode ini beroperasi pada taraf pemikiran representasional tepat seperti anak-anak pada periode pra-oprasional tetapi terdapat suatu perbedaan yang menyolok yaitu bahwa pada anak-anak yang berada pada periode operasinal kongkrit terdapat sistem kognitif yang terorganisasi dengan baik dan memungkinkan mereka menghadapi lingkungannya secara lebih efektif.
Aspek perkembangan kognitif lain yang penting pada periode operasi konkret ini adalah kemampuan untuk membentuk klasifikasi hirarkis dan kemampuan untuk mengerti hubungan yang ada di antara berbagai taraf hiararki tersebut. Pada waktu anak mencapai usia 7 tahun sampai dengan 11 tahun mereka membentuk klasifikasi hirarkis dan menguasai masalah pengelompokkan ke dalam satu kelas,dengan demikian mereka menguasai bagian dan juga menguasai keseluruhan sekaligus yang berarti bahwa dia sudah menguasai operasi kongkrit.
Dengan demikian anak-anak pada periode ini mulai menghadapi orang lain secara rasional. Mereka mulai mengerti dan bahkan mulai merumeskan aturan-aturan logis. Piaget (1960) telah mencatat bahwa anak-anak pada periode operasinal kongkrit cenderung untuk bermain dalam permainan yang memiliki aturan-aturan yang teroorganisasi secara kogeren dan logis. Komunikasi anak-anak dengan orang lain pada periode operasional kongkrit menjadi makin kurang egosentris dan menjadi lebih bersifat sosial.

d). Periode Operasi-operasi Formal (11 tahun dan selanjutnya).
Dalam pemikiran operasinal formal,berawal dari kemungkinan-kemungkinan yang hipotesis atau teoretis dan bukan berawal dari hal-hal yang nyata,seperti yang diungkapkan Flavell (1963). Anak-anak yang berada pada periode pra-operasional akan memecahkan masalah ini dengan cara yang sangat tidak sistematis,mula-mula mencoba salah satu cara kemudian mencoba cara lain, dan nampaknya mereka tidak memiliki rencana yang menyeluruh. Tidak adanya organisasi kognitif menyebabkan tidak dapat membuat dan menguji hipotesis secara sistematis.
Pendekatan anak-anak pada periode operasional formal menunjukkan bahwa merek cenderung untuk berpikir mengenai seluruh kemungkinan kombinasi sebelum mereka memulai dengan eksperimennya. Mereka mampu membuat rencana eksperimen yang efektif dan teratur dan mengisolasi faktor-faktor yang menentukan dan memvariasikan satu demi satu dan hanya meneliti satu faktor pada setiap percobaan,dan mempertahankan faktor-faktor lain agar tetap konstan. Mereka melakukan pengamatan yang teliti dan menarik kesimpulan logis dari hasil yang mereka peroleh.

4. Perkembangan Emosi
a. Peranan Emosi dalam Kehidupan Anak
Dalam kehidupan anak,emosi memiliki sejumlah peranan,antara lain :
 Emosi menambah kesenangan terhadap pengalaman sehari-hari, baik pengalaman yang menyenangkan maupun pengalaman yang tidak menyenangkan.
 Emosi mempersiapkan tubuh anak untuk mengadakan kegiatan melalui reaksi-reaksi fisiologis yang menyertai emosi tersebut.
 Ketegangan emosi menyebabkan terganggunya keterampilan motorik,misalnya terhadap kegiatan berbicara,orang dapat menjadi gagap.
 Emosi berperan sebagai bentuk komunikasi, dengan ekspresi dan reaksi-reaksi tubuh lainnya seseorang menyampaikan perasaanyya kepada orang lain.
 Emosi mempengaruhi aktivitas mental secara umum. Emosi yang tidak menyenangkan, menyebabkan penurunan prestasi dari aktivitas mental.
 Emosi merupakan sumber penilaian sosial dan penilaian diri.
 Emosi mewarnai pandangan seseorang mengenai kehidupan.
 Emosi mempengaruhi interaksi seseorang.
 Emosi yang tidak mentenangkan mendorong anak untuk mengubah tingkah laku sosial
 Respon emosional bila diulangi terus menerus akan menjadi suatu kebiasaan.
 Emosi membekas pada ekspresi wajah secara umum
 Emosi mempengaruhi iklim psikologis lingkungan sekelilingnya

b. Pola Perkembangan Emosi
Secara umum dapat disimpulkan bahwa respon emosional menunjukkan perkembangan mulai dari respon yang difus,random, dan tidak terdeferensiasi menjadi respon yang jelas, terarah, dan terdefernsiasi..
Pada mulanya seorang bayi menunjukkan ketidaksenangannya dengan menjerit dan menangis. Ketika bayi tersebut bertambah besar, ketidaksenangannya diungkapkan dalam bentuk melemparkan benda, mengejangkan tubuh, memalingkan muka , berlari, bersembunyi, dan sebagainya. Dengan bertambahnya usia, respon motorik cenderung menurun dan digantikkan dengan respon yang bersifat verbal.
Pola emosi pada masa anak-anak menunjukkan kecendrungan untuk tetap bertahan kecuali jika anak yang bersangkutan mengalami perubahan radikal dalm segi kesehatan, lingkungan, atau hubungan personal sosialnya.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Perkembangan emosi secara umum dipengaruhi dua faktor penting yang berhubungan satu dengan lainnya yaitu kematangan dan proses belajar.
Kematangan intelektual memungkinkan seorang anak mengerti arti-arti baru yang sebelumnya tidak dimengerti, memusatkan perhatian untuk jangka waktu yang lebih lama, dan memusatkan ketegangan emosional pada suatu objek tertentu.
Proses belajar mencoba-coba didasarkan pada pengalaman di masa lalu. Proses belajar jenis ini secara khusus mempengaruhi aspek respon dari pola emosi, untuk memperoleh cara pengungkapan emoi yang paling memuaskan baginya. Proses belajar seperti ini biasanya dijumpai pada awal masa anak-anak. Proses belajar ini kemudian akan diganti dengan proses belajar yang lebih efisien dan perubahan ini dipengaruhi oleh bimbingan yang diberikan kepada anak tersebut.

d. karakteristik – karakteristik Emosi Anak
Adapun karakteristik-karakteristik emosi anak dapat diuraikan sebagai berikut :
 Pada masa anak-anak, respon emosional menunjukkan intensitas yang sama terhadap semua kejadian, belum terdeferensiasi dalam hal intensitas.
 Pada masa anak-anak,respon emosional menunjukkan frekuensi yang tinggi, karena anak belum mampu menyesuaikan diri terhadap situasi yang menimbulkan emosi.
 Pada masa anak-anak, respon emosional bersifat sementara, sangat mudah beralih dari satu respon ke respon lain yang sangat berbeda
 Setiap bayi beremosi, namun demikian dengan bertambahnya usia bayi serta pengaruh proses belajar dan pengaruh lingkungan, tingkah laku yang menyertai emosi tertentu menjadi lebih bersifat individual.
 Emosi berubah dalam kekuatannya.
 Emosi dapat diketahui melalui gejala tingkah laku.





e. Pola – pola Emosi yang Umum
Beberapa bulan setelah bayi dilahirkan, pola-pola emosi terdeferensiasi yang mulai terbentuk adalah:
 Takut
 Malu (Shyness)
 Malu (Embarassment)
 Kekhawatiran
 Kecamasan (Anxiety)
 Marah
 Iri Hati
 Sedih
 Hasrat ingin Tahu
 Kesukaan,kesanggupan,kegembiraan (Joy,pleasure,Delight)
 Kasih sayang

f. Perkembangan Emosional
Perkembangan emosional anak mempunyai satu arah yaitu keseimbangan emosional yang diartikan sebagai suatu keadaan pengendalian emosi yang menyenangkan dan emosi yang tidak menyenangkan.
Keseimbangan emosional ini dapat dicapai melalui dua cara, yaitu mengendalikan lingkungan dan mengembangkan toleransi emosional yang berarti mengembangkan kemampuan untuk menahan akibat emosi yang tidak menyenangkan.








5. Perkembangan Sosial
a. Tuntutan Sosial (social Expectations)
Beberapa kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial adalah :
• Keadaan yang dibawa sejak lahir,hal ini biasanya berhubungan dengan keadaan diri individu yang tidak dapat diperbaiki,misalnya cacat tubuh.
• Seorang anak yang telah berhasil memenuhi tuntutan sosial kelompok tertentu mungkin akan mengalami kesulitan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan sosial kelompok lainnya.
• Penyesuaian diri seorang anak terhadap tuntutan sosial kelompok, akan berlangsung dengan sulit bila anak tersebut tidak dapat menerima ideal kelompok tersebut.
• Anak yang telah berhasil menguasai tuntutan sosial pada suatu tingkat umur tertentu.
• Kebingungan akibat tuntutan sosial yang kurang jelas.
• Kurangnya kesempatan bagi anak untuk mempelajari pola tingkah laku yang dapat diterima oleh suatu kelompok.
• Kurangnya motivasi untuk memenuhi tuntutan sosial juga akan menimbulkan kesulitan bagi anak.

b. Pengalaman Sosial pada Usia Dini
Pengalaman sosial pada usia dini yang tidak menyenangkan menimbulkan pengaruh yang merugikan, karena usia dini merupakan suatu masa yang kritis bagi pembentukan sikap sosial yang mendasar. Bila sikap sosial yang mendasar itu sudah terbentuk, maka sulit untuk diubah.
Pengaruh keluarga dan lingkungan di luar keluarga merupakan hal yang penting bagi perkembangan sosial anak. Di samping itu, posisi anak dalam urutan anak-anak dalam keluarga dan jumlah anggota keluarga juga berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak.

c. Pengaruh Kelompok Sosial
Pola pengaruh kelompok sosial bagi seorang anak bersifat universal.Orang-orang yang sangat mempengaruhi Pola perkembangan sosial anak yaitu : keluarga, guru, Teman-teman seusia. Selain itu juga perlu diperhatikan faktor-faktor yang ada dalam kelompok sosial yang berpengaruh terhadap anak, yaitu : Penerimaan kelompok, Kapasitas status, Tipe kelompok, Popularitas, Kepribadian anak yang bersangkutan, Motif untuk bergaul (afiliasi).

d. Landasan Pemikiran mengenai perkembangan sosial
Perkembangan sosial merupakan suatu hal yang relatif konstan, hal ini berlandaskan pada dua alasan, yaitu :
1). Pola perkembangan fisik dan mental serupa untuk semua anak. Perbedaan yang dapat dikatakan tak berarti biasanya disebabkan oleh kecerdasan, kesehatan, dan sebagainya. Dengan demikian anak-anak menguasai tugas perkembangan pada usia yang kurang lebih sama.
2). Dalam suatu kelompok kultur, tekanan dan tuntutan sosial mengarah pada pengalaman belajar yang sama bagi semua anak. Bila seorang anak menunjukkan tingkah laku yang sangat berbeda dibandingkan dengan anak-anak seusia, maka hal itu berarti bahwa anak itu mengalami kesulitan dalam penyesuaian sosialnya.

PERKEMBANGAN SOSIAL PADA MASA ANAK-ANAK AWAL
Dari usia 2 sampai 6 tahun, anak mulai melaksanakan kontak sosial dengan orang-orang di luar keluarganya terutama dengan anak-anak seusianya.Mulai belajar untuk menyesuaikan diri dan bekerja sama dengan teman-temannya.Makin banyak kontak sosial yang terjadi pada usia dini, semakin baik penyesuaian sosialnya di masa yang akan datang.
1. Hubungan dengan Orang Dewasa
Dengan meningkatnya usia, anak menunjukkan penurunan minat untuk bergaul dengan orang dewasa dan sejalan dengan itu anak menunjukkan minat yang meningkat untuk bergaul dengan anak-anak seusianya. Hal ini terungkap dalam bentuk tingkah laku yang tidak tergantung pada orang dewasa bukan menentang otoritas orang dewasa.
2. Hubungan dengan anak-anak lain
Pada usia 2 tahun, anak-anak bermain sendiri walaupun mereka berkumpul di suatu tempat tertentu. Interaksi sosial sangat sedikit dan hanya berbentuk tingkah laku meniru atau memandang anak lain.Mulai usia 3 tahun, anak-anak mulai bermain bersama dalam kelompok, berbicara satu dengan lainnya, bersama-sama menentukan kegiatan apa yng mereka lakukan. Pada usia ini anak mulai menunjukkan pendekatan yang baik pada teman-temannya.
3. Bentuk-bentuk Tingkah Laku Sosial yang Umum
Bentuk-bentuk tingkah laku sosial yang biasa dijumpai pada masa anak-anak adalah :
1. Negativisme
2. Agresi
3. Kerja sama
4. Tingkah laku Menguasai
5. Kemurahan Hati
6. Ketergantungan
7. Persahabatan
8. Simpati
5. Pola Tingkah laku Sosial dalam Masa Anak-anak Akhir
Beberapa pola tingkah laku pada masa anak-anak akhir adalah :
(1). Kepekaan terhadap penerimaan dan penolakan sosial.
(2). Kepekaan yang berlebihan
(3). Sugestibilitas dan kontra sugestibilitas seperti kepekaan yang berlebihan
(4). Persaingan
(5). Kesportifan.
(6). Tanggung Jawab
(7). Insight sosial
(8). Diskriminasi sosial
(9). Prasangka

PERKEMBANGAN SOSIAL PADA MASA REMAJA
Pada masa remaja, seorang anak menunjukkna kecendrungan menyendiri. Dengan meningkatnya usia, sikap dan tingkah lakunya sering menunjukkan sikap antisosial sehingga masa remaja sering kali disebut fase negatif.
Perkembangan Kepribadian
Dalam situasi sosial yang kompleks, guru dan orang tua menunjukkan perhatian terhadap usaha untuk mengembangkan pola kepribadian anak untuk mengembangkan pola kepribadian anak untuk mencapai suatu penyesuaian diri yang baik dalam lingkungan, baik untuk masa kini maupun untuk masa yang akan datang.

Pola Kepribadian
Pola kepribadian terdiri dari dua komponen, yaitu komponen inti yang disebut konsep diri dan komponenpenunjang yang disebut sifat (trait). Pola kepribadian orang normal dan yang abnormal dibedakan berdasarkan derajat organisasinya. Pola kepribadian orang normal terorganisasi, komponen-komponennya menunjukkan hubungan yang erat dan berstruktur, sedangkan kepribadian orang abnormal menunjukkan disorganisasi.
Stabilitas konsep diri seseorang tergantung pada beberapa hal antara lain :
1). Perlakuan yang tidak konsistan yang menyebabkan perbedaan perlakuan di dalam
Keluarga.
2). Kesenjangan antara konsep diri yang riil dan konsep yang dicita-citakan.

Perkembangan Pola kepribadian
Perkembangan pola kepribadian dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu : pembawaan sejak lahir, pengalaman pada masa dini dalam keluarga, dan pengalaman dalam masa kehidupan selanjutnya. Dalam membicarakan perkembangan pola kepribadian akan dibicarakan secara terpisah :
a. Perkembangan konsep diri
Konsep diri diperoleh seorang anak melalui kontaknya dengan manusia lain. Pada mulanya orang-orang yang berarti bagi seorang anak adalah anggota keluarganya, sesudah itu meluas menjadi kelompok teman-teman seusia dan guru.Faktor pembawaan mempengaruhi perkembangan seseorang dalam bentuk cara anak menginterpretasikan perlakuan yang diterimanya dari orang lain.Menjelang masa remaja, konsep diri seorang anak biasanya sudah mantap walaupun masih terbuka kemungkinan perubahan bila anak memperoleh pengalaman pribadi atau pengalaman sosial yang berarti.
b. Perkembangan sifat
Sifat merupakan hasil proses belajar dan berdasar pada faktor-faktor keturunan. Beberapa sifat kepribadian dipelajari dengan cara mencoba-coba.Anak-anak mengembangkan sifat kepribadiannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya untuk dikagumi oleh anggota kelompoknya. Dengan demikian anak tersebut akan diterima dan diakui sebagai anggota kelompok.

















BAB II
KARAKTERISTIK DAN
PERKEMBANGAN
ANAK TUNANETRA

A. Pengertian Gangguan Penglihatan (Ketunanetraan)
Anak tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti halnya orang awas. Anak-anak dengan gangguan penglihatan ini dapat diketahui dalam kondisi berikut :
• Ketajaman penglihatannya kurang dari ketajaman yang dimiliki orang awas.
• Terjadi kekeruhan pada lensa mata atau terdapat cairan tertentu.
• Posisi mata sulit dikendalikan oleh syaraf otak.
• Terjadi kerusakan susunan syaraf otak yang berhubungan dengan penglihatan.
Untuk mengetahui ketunanetraan dapat digunakan suatu tes yang dikenal sebagai tes Snellen Card. Perlu ditegaskan bahwa anak dikatakan tunanetra bila ketajaman penglihatannya(visusnya) kurang dari 6/21. Artinya, berdasarkan tes, anak hanya mampu membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh orang awas dapat dibaca jarak 21 meter.
Berdasarkan acuan tersebut,anak tunanetra dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu :
(1). Buta
Dikatakan buta jika anak sama sekali tidak mampu menerima rangsangan cahaya dari luar (visusnya = 0)
(2). Low Vision
Bila anak masih mampu menerima rangsang cahaya dari luar, tetapi ketajamannya lebih dari 6/21, atau jika anak hanya mampu membaca headline pada surat kabar.


B. Faktor-faktor yang Menyebabkan Ketunanetraan
Hal-hal yang termasuk faktor internal yaitu faktor-faktor yang erat hubungannya dengan keadaan bayi selama masih dalam kandungan. Sedangkan hal-hal yang termasuk faktor eksternal diantaranya faktor-faktor yang terjadi pada saat atau sesudah bayi dilahirkan. Misalnya : kecelakaan,terkena penyakit siphlis yang mengenai matanya saat dilahirkan, pengaruh alat bantu medis (tang) saat melahirkan sehingga sistem persyaratan rusak,dll.

C. Perkembangan Kognitif Anak Tunanetra
Tunanetra juga akan mengenal bentuk, posisi,ukuran, dan perbedaan permukaan melalui perabaan. Melalui bau yang diciumnya ia dapat mengenal seseorang, lokasi objek, serta membedakan jenis benda. Walaupun sedikit perannya melalui pengecapan, tunannetra juga dapat mengenal objek melalui rasanya walaupun terbatas. Karena itu bagi tunanetra setiap bunyi yang didengarnya, bau yang diciumnya, ,kualitas kesan yang dirabanya, dan rasa yang dicecapnya memiliki potensi dalam pengembangan kemampuan kognitifnya. Implikasinya, kebutuhan akan rangsangan sensoris bagi anak tunanetra harus benar-benar diperhatikan agar ia dapat mengembangkan pengetahuannya tentang benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang ada di lingkungannya.
Karena kurangnya stimuli visual, perkembangan bahasa anak tunanetra juga tertinggal dibanding anak awas. Pada anak tunanetra, kemampuan kosakata terbagi atas dua golongan,yaitu kata-kata yang berarti bagi dirinya berdasarkan pengalamnnya sendiri, dan kata-kata verbalistis yang diperolehnya dari orang lain yang ia sendiri sering tidak memahaminya. Komunikasi nonverbal pada tunanetra juga merupakan hal yang kurang dipahaminya karena kemampuan ini sangat tergantung pada stimuli visual dari lingkungannya. Dalam hal pemahaman bahasa, berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa dibandingkan dengan anak awas, kosakata anak tunanetra cenderung bersifat definitif, anak awas cenderung lebih luas.


Bagi anak tunanetra proses pencarian keseimbangan ini tentu tidak semudah orang awas, sebabnya adalah penggunaan teknik asimilasi maupun akomodasi sangat terkait erat dengan kemampuan indera penglihatan sebagai modalitas pengamatan terhadap objek atau hal-hal baru yang ada di lingkungannya.
Pada tahap sensorimotor yang ditandai dengan penggunaan sensori-motorik dalam pengamatan dan pengindraan yang intensif terhadap dunia sekitarnya, pada anak tunanetra prestasi intelektual dalam perkembangan bahasa mungkin bukan masalah besar, asal lingkungan memberi stimuli yang kuat dan intensif terhadap anak. Tanpa stimuli tersebut bukan tidak mungkin perkembangan bahasa anak juga terhambat karena pengamatan visual juga merupakan faktor penting dalam menumbuhkembangkan bahasa anak.Sedangkan prestasi intelektual dalam konsep tentang objek, kontrol, skema, dan pengenalan hubungan sebab akibat jelas akan mengalami kelambatan.
Pada tahapan pra-operasional yang ditandai dengan cara berpikir yang bersifat transduktif (menarik kesimpulan tentang sesuatu yang khusus atas dasar hal yang khusus; sapi disebut kerbau), Dominasi pengamatan yang bersifat egosentris (belum memahami cara orang memandang objek yang sama), serta bersifat searah, anak tunanetra cenderung mengalami hambatan atau kesulitan dalam cara-cara berpikir seperti itu. Ketidakmampuannya dalam menggunakan indera penglihatan sebagai saluran informasi cenderung mengakibatkan kesulitan dalam belajar mengklasifikasikan objek-objek atas dasar satu ciri yang mencolok (menonjol) atau kriteria tertentu.
Pada tahapan operasional konkret yang ditandai dengan kemampuan anak dalam mengklasifikasikan, menyusun, mengasosiasikan angka-angka atau bilangan, serta proses berpikir, walaupun masih terikat dengan objek-objek yang bersifat konkret, anak tunanetra dapat mengoperasikan kaidah-kaidah logika dalam batas-batas tertentu, namun secara umum hal ini akan sulit dilakukan. Ini disebabkan oleh sistem organisasi kognitif sebelumnya yang mutlak diperlukan dalam cara-cara seperti di atas tidak terorganisasi secara utuh pada anak tunanetra.
Pada tahapan operasinal formal yang ditandai dengan kemampuan untuk mengoperasikan kaidah-kaidah formal yang ditandai dengan kemampuan untuk mengoperasikan kaidah-kaidah formalyang tidak terikat lagi dengan objek-objek yang bersifat konkret, seperti kemampuan berpikir hipotesis deduktif. Anak tunanetra dalam hal-hal tertentu mungkin dapat melakukan dengan baikwalaupun sifatnya sangat verbalistis. Namun demikian, karena dalam perkembangan kognitif ini sifatnya hierarkis, artinya tahapan sebelumnya akan menjadi dasar bagi berkembangnya tahapan berikutnya, pencapaian tahapan operasi formal ini juga akan dicapai secara utuh oleh anak tunanetra.

D. Perkembangan motorik anak tunanetra
Perkembangan motorik anak tunanetra cenderung lambat dibandingkan anak awas pada umumnya. Kelambatan ini terjadi karena dalam perkembangan perilaku motorik diperlukan adanya koordinasi fungisional antara neuromuscular system (system persyarafan dan otot)dan fungsi psikis (kognitif, afektif, dan konatif).
Bagi anak awas, mungkin sangat mudah melihat dan memahami batas wilayah ruang geraknya,bahaya-bahaya apa yang mungkin timbul, serta belajar menirukan bagaimana orang lain melakukan sesuatu aktivitas motorik. Namun bagi anak tunanetra, hal ini adalah masalah besar. Anak hanya akan tahu batas wilayah ruang geraknya sepanjang jangkauan tangan dan kakinya. Ia hanya tahu ada bahaya sepanjang bahaya tersebut dapat dideteksi oleh tangan, kaki atau indera pendengaran dan penciumannya.ia juga tidak dapat menirukan bagaimana orang lain melakukan sesuatu aktivitas gerak dengan melihatnya. Hambatan –hambatan inilah yang pada akhirnya seorang tunanetra mengalami masalah besar dalam orientasi dan mobilitasnya. Berikut ini adalah tahap perkembangan perilaku motorik permulaan dalam kaitannya dengan fungsi penglihatan
1. Tahap Sebelum Berjalan
Anak Tunanetra juga mengikuti pola perkembangan perilaku motorik yang sama, hanya saja faktor kecepatannyayang berbeda sebagai akibat dari kurangnya rangsangan visual. Akibat ketunanetraannya tersebut, gangguan atau hambatan yang terjadi dalam perkembangan koordinasi tangan dan koordinasi badan akan berpengaruh pada perilku motorik tunanetra dikemudian hari (setelah dewasa).Pada koordinasi tangan bayi normal yang usianya 16 minggu akan mengikuti sebuah benda bergerak dengan matanya kemudian berusaha untuk menjangkaunya. Diawali dengan menatap suatu objek,kemudian merasa tertarik lalu merogohkan lengan, tangan, mengambil lewat jari-jari mungilnya walaupun belum terkoordinasi dengan baik. Koordinasi tangan yang baik diperoleh melalui pengalaman dan percobaan kerjasama mata dan tangan sejak dini.
Pada bayi tunanetra, hal tersebut tidak dialami dengan sendirinya. Mereka tidak mengetahui apa yang disekelilingnya, karenanya cenderung diam dan tidak responsif. Karena itu perlu diciptakan suatu lingkungan tersendiri sebagai pengalaman pengganti yang mampu merangsang perkembangan gerak tunanetra sekaligus mengurangi keterlambatan perkembangan ini.Bagaimanapun juga hambatan dalam perkembangan koordinasi tangan yang baik akan berpengaruh pada berbagai aktivitas kemudian seperti dalam jabat tangan yang lemah, kesulitan memegang suatu benda, serta keterlambatan dalam latihan persiapan membaca huruf Braille.Pada koordinasi badan pada bayi normal yang usianya 18 minggu,bayi normal mulai belajar mengontrol gerak kepalanya, sambil menatap benda atau objek yang ada di depannya ia termotivasi untuk menegakkan kepalanya. Pada bayi tunanetra, kesempatan atau peristiwa alami semacam ini tentu tidak akan pernah dijumpai.Bayi Tunanetra cenderung diam atau mengadakan gerakan-gerakan yang kurang berarti yang kemudian disebut dengan istilah blindsim, seperti menusuk-nusuk mata mata dengan jarinya, mengangguk-anggukkan kepala, menggoyang-goyangkan kaki, atau sejenisnya yang umumnya kurang sedap untuk dipandang. Tanpa disadari kebiasaan terhadap gerakan-gerakan ini biasanya terbawa sampai dewasa.
2. Tahap Berjalan
Pada usia sekitar 15 bulan, anak awas sudah mampu berjalan dan mengadakan eksplorasi sendiri. Sekali ia mampu memperoleh posisi untuk berdiri tegakyang baik disertai dengan tercapainya keseimbangan untuk mendorong dirinya maju, maka ia akan segera berlari, melompat-lompat, sehingga pada usia sekitar 6 tahun ia sudah sanggup bernain lompat tali.
Pada anak Tunanetra, dalam usia yang sama sangat kecil kemungkinannya dapat bergerak sama dengan anak awas. Anak tunanetra merasakan apa yang di depannya adalah bahaya karena ia tidak tahu persis apa yang ada dan terjadi di depannya. Karenanya anak tunanetra sering mengalami ketakutan dan kecemasan ketika akan melangkahkan kakinya.Kondisi ini biasanya cenderung dibawa sampai ia dewasa sehingga anak tunanetraakan memilih untuk tetap tinggal di rumah atau tempat yang sudah dikenalnya.
Salah satu keterbatasan yang paling menonjol pada anak tunanetra ialah kemampuan dalam melakukan mobilitas (kemampuanberpidah-pindah tempat). Namun demikian, kekurangmampuan ini dapat diminimalkan melalui manipulasi lingkungan tempat tunanetra berada, yaitu melalui penciptaan lingkungan yang berarti yang memungkinkan anak tunanetra mampu mengembangkan pertumbuhan jasmani dan geraknya secara bebas dan aman.

E. Perkembangan Emosi Anak Tunanetra
Salah satu variabel perkembangan emosi adalah variabelorganisme, yatu perubahan-perubahan fisiologis yang terjadi bila seseorang mengalami emosi. Sedangkan variabel lainnya ialah stimulus atau rangsangan yang menimbulkan emosi, serta respon atau jawaban terhadap rangsangan emosi yang datang dari lingkungannya. Secara umum dari ketiga variabel tersebut yang tidak dapat diubah oleh pendidikan adalah variable organisme.
Perkembangan emosi anak tunanetra akan sedikit mengalami hambatan dibandingkan dengan anak yang awas. Keterlambatan ini disebabkan oleh keterbatasan kemampuan ank tunanetra dalam proses belajar. Pada awal masa kanak-kanak, anak tunanetra mungkin akan melakukan proses belajar mencoba-coba untuk menyatakan emosinya, namun hal ini tetap dirasakan tidak efisien karena dia tidak dapat melakukan pengamatan terhadap reaksi lingkungannya secara tepat. Akibatnya pola emosi yang ditampilkan mungkin berbeda atau tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh diri maupun lingkungannya.
Perkembangan emosi anak tunanetra akan semakin terhambat bila anak tersebut mengalami deprivasi emosi,yaitu keadaan di mana anak tunanetra tersebut kurang memiliki kesempatan untuk menghayati pengalaman emosi yang menyenangkan seperti kasih sayang, kegembiraan, perhatian, dan kesenangan. Anak yang mengalami deprivasi emosi ini terutama adalah anak-anak yang pada masa awal kehidupan atau perkembangannya ditolak kehadirannya oleh lingkungan keluarga atau lingkungannya. Deprivasi emosi ini akan sangat berpengaruh terhadap aspek perkembangan lainnya seperti kelambatan dalam perkembangan fisik, motorik, bicara, intelektual, dan sosialnya. Di samping itu, ada kecendrungan bahwa anak tunanetra yang dalam masa awal perkembangannya mengalami deprivasi emosi akan bersifat menarik diri, mementingkan diri sendiri, serta sangat menuntut pertolongan atau perhatian dan kasih sayang dari orang-orang di sekitarnya.

F. Perkembangan Sosial Anak Tunanetra
Perkembangan sosial berarti dikuasainya seperangkat kemampuan untuk bertingkah laku sesuai denga tuntutan masyarakat. Bagi anak tunanetra penguasaan seperangkat kemampuan bertingkah laku tersebut tidaklah mudah. Dibandingkan dengan anak-anak awas, anak tunanetra lebih banyak menghadapi masalah dalam perkembangan sosial. Hambatan-hambtan tersebut terutama muncul sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari ketunanetraannya. Kurangnya motivasi, ketakutan menghadapi lingkungan sosial yang lebih luas atau baru, perasaan-perasaan rendah diri, malu, sikap-sikap masyarakat yang seringkali tidak menguntungkan seperti penolakan, penghinaan, acuh tak acuh, ketidakjelasan tuntutan sosial, serta terbatasnya kesempatan bagi anak untuk belajar tentang pola-pola tingkah laku yang diterima merupakan kecendrungan tunanetra yang dapat mengakibatkan perkembangan sosialnya terhambat.
Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa bagaimana perkembangan sosial anak tunanetra sangat bergantung pada bagaiman perlakuan dan penerimaan lingkungan terutama lingkungan keluarga terhadap anak tunanetra itu sendiri.Akibat ketunanetraan secara langsung atau tidak langsung, akan berpengaruh terhadap perkembangan sosial anak seperti keterbatasan anak untuk belajar sosial melakukan identifikasi maupun imitasi, keterbatasan lingkungan yang dapat dimasuki anak untuk memenuhi kebutuhan sosialnya, serta adanya faktor-faktor psikologis yang menghambat keinginan anak untuk memasuki lingkungan sosialnya secara bebas dan aman.


BAB III
KARAKTERISTIK DAN
MASALAH PERKEMBANGAN
ANAK TUNARUNGU

A. Pengertian dan Klasifikasi Gangguan pendengaran
1. Pengertian
Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama melalui panca indera pendengarannya.
2. Klasifikasi Tunanrungu
a. Klasifikasi secara etiologis
Yaitu pembagian berdasarkan sebab-sebab, dalam hal ini penyebab ketunarunguan ada beberapa faktor, yaitu :
(1). Pada saat sebelum dilahirkan
• Salah satu atau kedua orang tua anak menderita tunarungu atau mempubyai gen sel pembawa sifat abnormal,misalnya dominat genes, recesive gen, dan lain-lain
• Karena penyakit; sewaktu ibu mengandung terserang suatu penyakt,terutama penyakit-penyakit yang diderita pada saat kehamilan tri semester pertama yaitu pada saat pembentukan ruang telinga. Penyakit itu ialah rubella,moribili,dan lain-lain
• Karena keracunan obat-obatan
(2). Pada sat kelahiran
• Sewaktu melahirkan, ibu mengalami kesulitan sehingga persalinan dibantu dengan penyedotan (tang)
• Prematuritas, yakni bayi yang lahir sebelum waktunya.
(3). Pada saat setelah kelahiran (post natal)
• Ketulian yang terjadi karena infeksi, misalnya infeksi pada otak (meningitis) atau infeksi umum seperti difteri, morbili, dan lain-lain.
• Pemakaian obat-obatan ototoksi pada anak-anak
• Karena kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan alat pendengaran bagian dalam, misalnya jatuh.

b. Klasifikasi menurut tarafnya
Klasifikasi menurut tarafnya dapat diketahui dengan tes audiometris. Untuk kepentingan pendidikan ketunarunguan diklasifikasikan sebagai berikut :
Andreas Dwidjosumarto (1990:1)mengemukakan :
Tingkat I, Kehilangan kemampuan mendengar antara 35 sampai 54 dB.
Penderita hanya memerlukan latihan berbicara dan bantuan mendengar secara khusus.
Tingkat II, Kehilangan kemampuan mendengar antara 55 sampai 69 dB,
Penderita kadang-kadang memerlukan penempatan sekolah secara khusus, dalam kebiasaan sehari-hari memerlukan latihan berbicara dan bantuan latihan berbahasa secara khusus.
Tingkat III, Kehilangan kemampuan mendengar antara 70 sampai 89 dB.
Tingkat IV, Kehilangan kemampuan mendengar 90 dB ke atas.
Penderita dari tingkat I dan II dikatakan mengalami ketulian. Dalam kebiasaan sehari-hari mereka sesekali latihan berbicara, mendengar berbahasa, dan memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus. Anak yang kehilangan kemampuan mendengar dari tingkat III dan IV pada hakekatnya memerlukan pelayanan pendidikan khusus.










BAB IV
KARAKTERISTIK DAN
MASALAH PERKEMBANGAN
ANAK TUNAGRAHITA

A. Pengertian Anak Tunagrahita
Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-rata.Pada masa awal perkembangan, hampir tidak ada perbedaan antara anak-anak tunagrahita dengan anak yang memiliki kecerdasan rata-rata. Akan tetapi semakin lama perbedaa pola perkembangan antara anak tunagrahita dengan anak normal semakin terlihat jelas.
Dikatakan bahwa bila seorang anak mengalami keterbatasan kecerdasan (IQ) 2 kali standar deviasi barulah termasuk tunagrahita. Contoh, anak normal mempunyai IQ 100, maka anak tunagrahita mempunyai IQ 70 yaitu ia mengalami keterlambatan 2 x 15 = 30 maka diperoleh IQ 70 tersebut.
Penyesuaian perilaku, maksudnya saat ini seseorang dikatakan tunagrahita tidak hanya dilihat IQ-nya akan tetapi perlu dilihat sampai sejauh mana anak ini dapat menyesuaikan diri. Jadi jika anak ini dapat menyesuaikan diri, maka tidaklah lengkap ia dipandang sebagai anak tunagrahita. Terjadi pada masa perkembangan, maksudnya bila ketunagrahitaan ini terjadi setelah usia dewasa, maka ia tidak tergolong tunagrahita.
Tunagrahita atau terbelakang mental merupakan kondisi di mana perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan sehingga tidak mencapai tahap perkembangan yang optimal.
B. Klasifikasi Anak Tunagrahita
Pengelompokkan pada umumnya didasarkan pada taraf intelegensinya, yang terdiri dari keterbelakangan ringan, sedang, dan berat. Pengelompokkan seperti ini sebenarnya bersifat artifical karena ketiganya tidak dibatasi oleh garis demarkasi yang tajam. Gradasi dari satu level ke level berikutnya bersifat kontinuum.
Kemampuan intelegensi anak tunagrahita kebanyakan diukur dengan tes Staford Binet dan Skala Weschler (WISC).
1. Tunagrahita Ringan
Tunagrahita ringan disebut juga maronatau debil. Kelompok ini memiliki IQ antara 68-52 menurut Binet, sedangkan menurut Skala Weschler (WISC) memiliki IQ 69-55. Mereka masih dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung sederhana.
Anak terbelakang mental ringan dapat dididik menjadi tenaga kerja semi-skilled seperti pekerjaan laundry, pertanian, peternakan, pekerjaan rumah tangga, bahkan jika dilatih dan dibimbing dengan baik anak tunagrahita ringan dapat bekerja di pabrik-pabrik dengan sedikit pengawasan.
Namun demikian anak terbelakang mental ringan tidak mampu melakukan penyesuaian sosial secara independen. Ia akan membelanjakan uangnya dengan lugu (malahan tolol), tidak dapat merencanakan masa depan, dan bahkan suka berbuat kesalahan.
Pada umumnya anak tunagrahita ringan tidak mengalami gangguan fisik. Mereka secara fisik tampak seperti anak normal pada umumnya. Oleh karena itu agak sukar membedakan secara fisik antara anak tunagrahita ringan dengan anak normal.
2. Tunagrahita Sedang
Anak Tunagrahita sedang disebut juga imbesil. Kelompok ini memiliki IQ 51-36 pada Skala Binet dan 54-40 menurut Skala Weschler (WISC). Anak terbelakang mental sedang bisa mencapai perkembangan MA sampai kurang lebih 7 tahun. Mereka dapt dididik mengurus diri sendiri, melindungi diri sendiri dari bahay seperti menghindari kebakaran, berjalan di jalan raya, berlindung dari hujan, dan sebagainya.
Anak Tunagrahita sedang sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secra akademik seperti belajar menulis, membaca, dan berhitung walaupun mereka masih dapt menulis secra sosial, misalnya menulis namanya sendiri, alamt rumahnya, dan lain-lain. Masih dapat dididik mengurus diri, seperti mandi, berpakaian, makan, minum, mengerjakan pekerjaan rumah tangga sederhana seperti menyapu, membersihkan perabot rumah tangga, dan sebagainya. Dalam kehidupan sehari-hari, anak tunagrahita sedang membutuhkan pengawasan yang terus menerus. Mereka juga masih dapat bekerja di tempat kerja terlindung (sheltered workshop).
3. Tunagrahita Berat
Kelompok anak Tunagrahita berat sering disebut idiot. Kelompok ini dapat dibedakan lagi antara anak tunagrahita berat dan sangat berat. Tunagrahita berat (serve) memiliki IQ antara 32-20 menurut Skala Binet dan antara 39-25 menuru Skala Weschler (WISC). Tunagrahita sangat berat (profound) memiliki IQ di bawah 19 menurut Skala Binet dan IQ di bawah 24 menurut Skala Weschler (WISC). Kemampuan mental atau MA maksimal yang dapat dicapai kurang dari 3 tahun.
Anak unagrahita berat memerlukan bantuan perawatan secara total dalam hal berpakaian, mandi, makan, dan lain-lain. Bahkan mereka memerlukan perlindungan dari bahaya sepanjang hidupnya.

A. Perkembangan Kognitif Anak Tunagrahita
Berkenaan dengan memori, anak tunagrahita berbeda dengan anak normal pada short term memory. Anak Tunagrahita tampaknya tidak berbeda dengan anak normal dalam long term memory, daya ingatannya sama dengan anak normal dalam hal mengingat yang segera.















BAB V
KARAKTERISTIK DAN
MASALAH PERKEMBANGAN
ANAK TUNADAKSA

A. Pengertian Anak Cereberal Palsy dan
Anak Tunadaksa
Cerebral palsy merupakan salah satu bentuk brain injury, yaitu suatu kondisi yang mempengaruhi pengendalian system motorik sebagai akibat lesi dalam otak (R.S. Illingworth), atau suatu penyakit neuromuscular yang disebabkan oleh gangguan perkembangan atau kerusakan sebagian dari otak yang berhubungan dengan pengendalian fingsi motorik.
Tunadaksa berarti suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat gangguan atau hambatan pada tulanng, otot, dan sendi dalam fungsinya yang normal.
1. Klasifikasi Cerebral Palsy
Menurut Bakwin-Bakwin, cerebral palsy dapat dibedakan sebagai berikut :
 Spasticity, yaitu kerusakan pada cortex cerebri yang menyebabkan hyperactive reflex dan stretch reflex.
 Athetosis, yatu kerusakan pada basal banglia yang mengakibatkan adanya gangguan pada keseimbangan
 Ataxia, yaitu kerusakan pada cerebellum yang mengakibatkan adanya gangguan pada keseimbangan
 Tremor, yaitu kerusakan pada basal ganglia yang berakibat timbulnya getaran-getaran berirama
 Rigidity, yaitu kerusakan pada basal ganglia yang mengakibatkan kekuatan pada otot-otot.
a. sebab-sebab yang timbul sebelum kelahiran
• Faktor congenital ketidaknormalan sel kelamin pria
• Pendarahan waktu kehamilan
• Trauma atau infeksi pada waktu kehamilan
• Kelahiran premature
• Keguguran yang sering dialami ibu
• Usia ibu yang sudah lanjut pada waktu melahirkan anak
b. sebab-sebab yang timbul pada waktu kelahiran :
• Penggunaan alat-alatpada waktu proses kelahiran yang sulit. Misalnya : tang,tabung, vacuum, dll.
• Penggunaan obat bius pada waktu proses kelahiran.
c. Sebab-sebab yang timbul setelah kelahiran :
• Penyakit tuberculosis
• Radang selaput otak
• Radang otak
• Keracunan arsen atau karbon monoksida
2. Klasifikasi Tunadaksa
Menurut Frances G. Koening, tunadaksa dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Kerusakan yang dibawa sejaklahir atau kerusakan yang merupakan keturunan meliputi :
• Club-foot(Kaki seperti tongkat)
• Club-hand(Tangan seperti tongkat)
• Polydactylism(jari yang lebih dari lima pada masing-masing tangan dan kaki)
• Syndactylism (jari-jari yang berselaput atau menempel satu dengan yang lainnya0
• Torticolis (gangguan pada leher sehingga kepala terkulai ke muka).
• Spina-bifida (sebagian dari sumsum tulanng belakang tidak tertutup)
• Cretinism (kerdil/katai)
• Mycrocephalus (kepala yang kecil, tidak normal)
• Hydrocepalus (kepala yang besar karena berisi cairan )
• Clefpalats (langit-langit mulut yang berlubang)
• Herelip (gangguan pada bibir dan mulut )
• Congenital hip dislocation (kelumpuhan pada bagian paha)
• Congenital amputation (bayi yang dilahirkan tanpa anggota tubuh tertentu)
• Fredresich ataxia (gangguan pada sumsum tulang belakang
• Coxa valga (gangguan pada sendi paha, terlalu besar )
• Syphilis (kerusakan tulang dan sendi akibat penyakit syphilis)
Ketunadaksaan dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
a. sebab-sebab yang timbul sebelum kelahiran :
• Faktor keturunan
• Trauma dan infeksi pada waktu kehamilan
• Usia ibu yang sudah lanjut pada waktu melahirkan anak
• Pendarahan pada waktu kehamilan
• Keguguran yang dialami ibu
b. Sebab-sebab yang timbul pada waktu kelahiran :
• Penggunaan alat-alat pembantu kelahiran
• Penggunaan obat bius pada waktu kelahiran
c. Sebab-sebab sesudah kelahiran
• Infeksi
• Trauma
• Tumor
• Kondisi-kondisi lainnya.











BAB VI
KARAKTERISTIK DAN
MASALAH PERKEMBANGAN
ANAK TUNALARAS

A. Pengertian dan Klasifikasi Anak Tunalaras
1. Pengertian Anak Tunalaras
Anak tunalaras sering juga disebut anak tunasosial karena tingkah laku anak ini menunjukkan penentangan terhadap norma-norma sosial masyarakat yang berwujud seperti mencuri, mengganggu, dan menyakiti orang lain.
2. Klasifikasi Anak Tunalaras
Secara garis besar anak tunalaras dapat diklasifikasikan sebagai anak yang mengalami kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, dan yang mengalami gangguan emosi. Tiap jenis anak tersebut dapat dibagi lagi sesuai dengan berat dan ringannya kelainan yang dialaminya
Sehubungan dengan itu, William M.Cruickshank mengemukakan bahwa mereka yang mengalami hambatan sosial dapat diklasifikasikan ke dalam kategori berikut ini :
a. The semi-socialize child
Anak yang termasuk kelompok ini dapat mengadakan hubungan sosial, tetapi terbatas pada lingkungan tertentu,misalnya : keluarga dan kelompoknya.
b. Children arrested at a primitive level or sovialization
Anak pada kelompok ini dalam perkembangan sosialnya berhenti pada level
Atau tingkatan yang rendah. Mereka adalah anak yang tidak pernah mendapat bimbingan ke arah sikap sosial dan terlantar dari pendidikan.




c. Children with minimum socialization capacity
Anak kelompok ini tidak mempunyai kemampuan sama sekali untuk belajar sikap-sikap sosial.ini disebabkan oleh kelainan atau tidak mengenal kasih sayang. Sehingga anak pada golongan ini banyak bersifat apatis dan egois.

B. Faktor-faktor Penyebab Ketunalarasan
1. kondisi/ keadaan fisiknya
2. Masalah perkembangan
3. Lingkungan keluarga
4. Lingkungan Sekolah
5. Lingkungan Masyarakat





















BAB VII
KARAKTERISTIK DAN
MASALAH PERKEMBANGAN
ANAK BERKESULITAN BELAJAR

A. Definisi Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar lebih didefinisikan sebagai gangguan perseptual, konseptual, memori, maupun ekspresif di dalam proses belajar.Gangguan tersebut diwujudkan dalam kesulitan-kesulitan yang signifikan yang dapat menimbulkan gangguan proses belajar.
B. Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar
1. Aspek Kognitif
Berbagai definisi kesulitan belajar lebih beriorentasi kepada aspek akademik atau kognitif. Masalah-masalah kemampuan bicara, membaca, menulis, mendengarkan, berpikir, dan matematis semuanya merupkan penekanan terhadapo aspek akademik dan kognitif.
2. Aspek Bahasa
Masalah bahasa anak berkesulitan belajar menyangkut bahasa reseptif maupun ekspresif. Bahasa reseptif adalah kecakapan menerima dan memahamibahasa. Bahasa ekspresif adalah kemampuan mengekspresikan diri secara verbal. Kedua kemampuan bahasa ini dapat dipahami dengan menggunakan tes kemampuan berbahasa.
3. Aspek Motorik
Masalah Motorik merupakan masalah yang umumnyadikaitkan dengan kesulitan belajar. Masalah motorik anak berkesulitan belajar bisanya menyangkut keterampilan motorik-perseptual yang diperlukan untuk mengembangkan keterampilan meniru rancang atau pola.

4. Aspek Sosial dan Emosi
Karakteristik anak berkesulitan belajar tidak akan berlaku universal bagi seluruh anak tersebut karena setiap kesulitan belajar yang spesifik memiliki gejala dan karekteristik sendiri.
C. Sebab-sebab Kesulitan Belajar
Beberapa simptom spesifik dari ketidak berfungsian otak minimal ialah :
a. Kelemahan dalam persepsi dan pembentukan konsep
• Kelemahan dalam membedakan ukuran
• Kelemahan dalam membedakan kiri-kanan dan atas-bawah
• Kelemahan tilikan ruang
• Kelemahan orientasi waktu
• Kelemahan dalam memperkirakan jarak
• Kelemahan membedakan bagian-keseluruhan
• Kelemahan memahami keutuhan
b. Gangguan bicara dan Komunikasi
• Kelemahan membedakan stimulus auditif
• Perkembangan bahasa yang lamban
• Seringkali kehilangan pendengaran
• Seringkali berbicara tidak teratur
c. Gangguan fisik Motorik
• Seringkali gemetar atau menunjukkan kekakuan gerak
• Hiperaktivitas
• Hipoaktivitas

Anak autis juga bisa belajar

Saat si kecil terdiagnosa mempunyai bakat khusus berupa autisme, rasa kaget tak dapat dipungkiri pasti ada di pikiran Anda. begitu juga dengan kehidupannya nanti. Bagaimana caranya belajar? Bagaimana nanti dengan perkembangannya? Apa yang sesungguhnya dibutuhkan anak autis? Semoga yang di bawah ini dapat membantu menjawab berbagai pertanyaan Anda.


1. Terapi apa yang paling cocok bagi anak autis?
Untuk menentukan terapi yang paling cocok bagi anak autis pada awalnya perlu dilakukan asesmen atau pemeriksaan menyeluruh terhadap anak itu sendiri. Asesmen itu bertujuan untuk mengetahui derajat keparahan, tingkat kemampuan yang dimilikinya saat itu, dan mencari tahu apakah terdapat hambatan atau gangguan lain yang menyertai. Biasanya terapi yang diberikan adalah terapi untuk mengembangkan ketrampilan-keterampilan dasar seperti, ketrampilan berkomunikasi, dalam hal ini keterampilan menggunakan bahasa ekspresif (mengemukakan isi pikiran atau pendapat) dan bahasa reseptif (menyerap dan memahami bahasa). Selain itu, terapi yang diberikan juga membantu anak autis untuk mengembangkan ketrampilan bantu diri atau self-help, ketrampilan berperilaku yang pantas di depan umum, dan lain-lain. Dengan kata lain, terapi untuk anak autis bersifat multiterapi.

2. Apa kendala paling sulit pada saat terapi anak autis?
Kendala pada terapi anak autis tergantung pada kemampuan unik yang ia miliki, ada anak autis yang dapat berkomunikasi, ada yang sama sekali tidak. Namun sebagian besar anak autis memiliki keterbatasan atau hambatan dalam berkomunikasi sehingga ini menjadi kendala besar saat terapi. Anak belum dapat mengikuti instruksi guru dengan baik. Bahkan anak kadang tantrum saat diminta mengerjakan tugas yang diberikan. Terkadang anak autis suka berbicara, mengoceh, atau tertawa sendiri pada waktu belajar.

3. Bagaimana sikap anak autis saat menjalani terapi?
Biasanya anak autis memiliki hambatan atau keterbatasan dalam berkomunikasi. Hal tersebut terlihat dari perilaku mereka yang cenderung tidak melihat wajah orang lain bila diajak berinteraksi, sebagian besar kurang memiliki minat terhadap lingkungan sekitar, dan sebagian cenderung tertarik terhadap benda dibandingkan orang.

4. Apa perubahan yang diharapkan setelah terapi?
Pada akhirnya, anak autis diharapkan dapat memiliki berkomunikasi, yang tadinya cenderung bersifat satu arah menjadi dua arah. Dalam artian ada respon timbal balik saat berkomunikasi atau bahasa awamnya “nyambung”. Kemudian perubahan lain yang juga diharapkan adalah memiliki ketrampilan bantu diri, kemandirian, serta menyatu dan berfungsi dengan baik di lingkungan sekitarnya. Hasil yang menggembirakan tentu sangat diharapkan orang tua anak penderita autis. Ini terlihat bila anak tersebut sudah dapat mengendalikan perilakunya
sehingga tampak berperilaku normal, berkomunikasi dan berbicara normal,
serta mempunyai wawasan akademik yang cukup sesuai anak seusianya.

5. Seberapa cepat perubahan akan terlihat?
Perubahan atau kemajuan yang terjadi tentunya bersifat individual. Hal tersebut tergantung pada hasil asesmen, gaya belajar anak autis, dan intensitas dari terapi atau pendidikan yang diberikan serta kerjasama antara orangtua, pengasuh anak dengan para pendidik, terapis atau ahli kesehatan

6. Bagaimana mengenai pendidikan anak autis?
Perlu diketahui bahwa setiap anak autis memiliki kemampuan serta hambatan yang berbeda-beda. Ada anak autis yang mampu berbaur dengan anak-anak ’normal’ lainnya di dalam kelas reguler dan menghabiskan hanya sedikit waktu berada dalam kelas khusus namun ada pula anak autis yang disarankan untuk selalu berada dalam kelas khusus yang terstruktur untuk dirinya. Anak-anak yang dapat belajar dalam kelas reguler tersebut biasanya mereka memiliki kemampuan berkomunikasi, kognitif dan bantu diri yang memadai. Sedangkan yang masih membutuhkan kelas khusus biasanya anak autis dimasukkan dalam kelas terpadu, yaitu kelas perkenalan dan persiapan bagi anak autis untuk dapat masuk ke sekolah umum biasa dengan kurikulum umum namun tetap dalam tata belajar anak autis, yaitu kelas kecil dengan jumlah guru besar, dengan alat visual/gambar/kartu, instruksi yang jelas, padat dan konsisten, dsb).

7. Bagaimana metode belajar yang tepat bagi anak autis?
Metode belajar yang tepat bagi anak autis disesuaikan dengan usia anak serta, kemampuan serta hambatan yang dimiliki anak saat belajar, dan gaya belajar atau learning style masing-masing anak autis. Metode yang digunakan biasanya bersifat kombinasi beberapa metode. Banyak, walaupun tidak semuanya, anak autis yang berespon sangat baik terhadap stimulus visual sehingga metode belajar yang banyak menggunakan stimulus visual diutamakan bagi mereka. Pembelajaran yang menggunakan alat bantu sebagai media pengajarannya menjadi pilihan. Alat Bantu dapat berupa gambar, poster-poster, bola, mainan balok, dll. Pada bulan-bulan pertama ini sebaiknya anak autis didampingi oleh seorang terapis yang berfungsi sebagai guru pembimbing khusus

8. Pengajar seperti apa yang dibutuhkan bagi anak autis?
Pengajar yang dibutuhkan bagi anak autis adalah orang-orang yang selain memilii kompetensi yang memadai untuk berhadapan dengan anak autis tentunya juga harus memiliki minat atau ketertarikan untuk terlibat dalam kehidupan anak autis, memiliki tingkat kesabaran yang tinggi, dan kecenderungan untuk selalu belajar sesuatu yang baru karena bidang autisma ini adalah bidang baru yang selalu berkembang.

9. Suasana belajar seperti apa yang dibutuhkan anak autis?
Tergantung dengan kemampuan dan gaya belajar masing-masing anak autis. Ada anak autis yang mencapai hasil yang lebih baik bila dibaurkan dengan anak-anak lain, baik itu anak ’normal’ maupun anak-anak dengan kebutuhan khusus lainnya. Ada anak autis yang lebih baik bila ditempatkan pada suasana belajar yang tenang, tidak banyak gangguan atau stimulus suara, warna, atau hal-hal lain yang berpotensi mengalihkan perhatian.

10. Apa saja yang diajarkan dalam pendidikan anak autis?
Komunikasi (bahasa ekspresif dan reseptif), ketrampilan bantu diri, ketrampilan berperilaku di depan umum, setelah itu dapat diajarkan hal lain yang disesuaikan dengan usia dan kematangan anak serta tingkat inteligensi,.

11. Sampai umur berapa tahun anak autis mendapat pendidikan khusus?
Semua itu sekali lagi tergantung pada kemampuan anak, gaya belajar anak, serta sejauh mana kerjasama antara orangtua atau pengasuh dengan pendidik atau terapis.

12. Umur berapa anak sudah dapat dilepas masuk ke sekolah umum?
Lagi-lagi hal ini tergantung pada kemampuan anak.

13. Berapa besar kemungkinan anak autis berbaur dengan murid lain di sekolah biasa?
Kemungkinan selalu ada. Akan tetapi semua itu tergantung pada kemampuan anak autis tersebut dan apakah sistem pendidikan atau fasilitas di sekolah ’biasa’ itu mendukung berbaurnya anak autis dengan murid-murid lain dalam kelar reguler.

14. Apakah pada akhirnya anak autis dapat hidup di lingkungan umum tanpa perlakuan khusus?
Untuk beberapa kasus yang amat jarang terjadi (sampai saat ini), ada individu dengan autisma dengan kemampuan berkomunikasi yang memadai, tingkat inteligensi yang memadai, serta pendidikan dapat mendukung dirinya untuk mandiri dan berbaur dengan lingkungan tanpa perlakuan khusus. Hal ini bergantung pada faktor internal (diri anak autis sendiri) dan faktor eksternal, yaitu lingkungan, apakah sistem di lingkungan mendukung atau memungkinkan anak autis untuk dapat berfungsi secara baik dalam kesehariannya.


Sumber: http://www.parenting.co.id/article/article_detail.asp?catid=2&id=12

ANAK AUTIS KESULITAN PEROLEH PENDIDIKAN

Banda Aceh,
banyak orang tua yang memiliki anak autis, sukar memperoleh pendidikan dan terapi untuk buah hatinya. Padahal jika diobati secara dini dan rutin, anak autis bisa sembuh total.
Autisme adalah gangguan perkembangan kompleks akibat kerusakan otak. Kerusakan ini bisa menyebabkan gangguan perkembangan komunikasi, perilaku, kemampuan sosial, sensoris, dan belajar.
Saat ini di Aceh hanya ada satu tempat memberikan terapi, sekaligus pendidikan khusus kepada anak-anak yang mengalami gangguan perkembangan fisik dan mental, yakni di Buah hati School House, Blower Banda Aceh. Sedangkan untuk terapi wicara, hanya ada di kawasan Rumah Sakit Jiwa Banda Aceh.
Pemerintah Kota Banda Aceh melalui Dinas Pendidikan, membantu menunjuk beberapa Sekolah Dasar (SD) untuk menerima anak-anak autis memperoleh pendidikan. Menurut orang tua salah seorang anak autis, yang akrab dipanggil Mama Charlie, meskipun Pemko telah mengeluarkan SK menunjuk enam SD untuk menerima anak autis, sebagian besar SD tersebut menolah mentah-mentah anaknya. "Saya mengerti mengapa mereka menolak, anak saya dikhawatirkan mengganggu proses belajar mengajar didalam kelas", katanya miris.
Meskipun ada SD yang menerima anaknya bersekolah, biaya dibebankan untuk biaya pendidikan Charlie sama sekali tidak bisa dipenuhinya. "Ada SD yang menerima anak saya, namum biayanya tinggi sekali karena mereka harus menyediakan satu guru khusus untuk mengajari Charlie", ujarnya lagi.
Psykolog Poppy Amalya mengatakan, banyak anak-anak autis di Aceh sama sekali tidak mendapatkan akses pendidikan maupun terapi. Sebagian besar karena ketidaktahuan orang tua tentang tempat terapi dan kepasrahan, kalau anaknya tidak bisa disembuhkan.
"Padahal autis bisa disembuhkan total, jika mengikuti terapi perilaku dengan konsep Aplly Behaviour Analysis (BSA) sejak dini dan tidak terputus. Di Amerika sebagian anak autis yang berhasil sembuh mengikuti terapi ABA, kini menjadi orang-orang yang bisa berdiri sendiri dan sukses", papar Direktris Biro Psikologi Psikodinamika ini yakin.
Ketua Center for Aceh Justice and Peace (CAJP), Dewi Meuthia, memimpin kepedulian berbagai pihak untuk lebih memperhatikan keberadaan anak-anak autis di Aceh.
Dewi yakin, banyak orang tua memiliki anak berkemampuan khusus. Tapi mereka tidak mengetahui anaknya bisa diterapi dan sembuh. " Kami akan mengadakan sosialisasi tentang autisme, hingga ke daerah-daerah agar masyarakat mengetahui segala sesuatu tentang autis. Mengetahui ada tempat terapi dan sekolah bagi anak autis. ini juga bisa dijadikan masukan bagi Dinas Pendidikan Aceh untuk lebih peduli terhadap anak-anak berkemampuan khusus," harapnya.


Sumber: http://prov.bkkbn.go.id/nad/print.php?tid=2&rid=7

Kerajinan Peraga Pendidikan Khusus Anak

Masa kanak - kanak adalah masa yang paling menyenangkan. Anak yang tumbuh dengan kasih sayang dan pendidikan yang baik. Akan tumbuh dan berkembang menjadi anak yang mandiri dan sesuai harapan orangtua.

Berbagai media pendidikan kini banyak dibuat khusus untuk anak -.anak. Dan ini rumahnya menjadi ladang bisnis tersendiri bagi Ibu Ida, salah satu pengusaha mainan anak dan alat peraga TK ini.

Rupanya pendidikan anak dan alat peraganya menjadi sumber inspirasi bisnis. Kini usahanya makin berkembang, dan sedikitnya lebih dari 40 karyawan kini aktif menjadi salah satu aset perusahaan yang ia kelola.

Berbagai jenis mainan anak TK. Yang bernuansa edukatif ada disini. Seperti puzzle, binatang, dan tumbuhan. Balok - balok mainan, replika, mobil, ayunan, buku pelajaran hingga, peralatan bermain musik dan olah raga. Bisa dibuat di pabrik yang luasnya sekitar lima ratus meter persegi ini.

Keunggulan produk, mainan ini, adalah semua desain dan bahan nya menggunakan produk local. Hampir semuai pengerjaan berbagai model mainan anak dilakukan dengan cara hand made.

Hasil dari tangan tangan terampil para pekerja sekitar. Mainan yang di buat cukup beragam, dan semuanya bernuansa edukatif.

Proses pembuatan berbagai model mainan dan alat peraga pendidikan ini, cukup sederhana. Dimulai dengan proses pemolaan yang sudah jadi di dalam kertas seketsa. Sesuai peruntukannnya. Semua bahan di potong dan dihaluskan diruangan khusus. Untuk mainan dari kayu.

Bahan kayu bisa digunakan kayu dari jenis albasia. kayu pinus maupun kayu olahan seperti kayu mdf. Bahan - bahan itu dipotong dengan gergaji mesin sederhana.

Kemudian dirangkai dan dihaluskan satu persatu. Setelah barang sudah menjadi rangka setengah jadi. Maka tibalah ke proses finising atau, pewarnaan.

Di tempat ini. Barang - barang yang sudah setengah jadi tersebut, diperhalus dan diberi warna. Pemakaian warna - warna mencolok yang berani. Sangat disukai anak – anak. Sehingga berbagai jenis puzzle atau balok mainan ini terlihat berwarna cerah dan menarik perhatian.
Tiap minggunya, tak kurang dari lebih dari seratus pesanan barang, kerap dipenuhi, CV Hanimo ini untuk memenuhi beragam keperluan alat peraga sekola TK senusantara. Berbekal ketekunan dan kesabaran menjalani usaha. Kini usaha Ibu Ida. Telah bisa menghidupi sedikitnya lima puluh orang karyawan berikut keluarganya.


Sumber: http://www.indosiar.com/news/kisi-kisi/74803/kerajinan-peraga-pendidikan-khusus-ana

Pendidikan Khusus Pendahuluan Dengan Lancers-00-702

Apakah anda seorang guru, orang tua, anak, atau seseorang yang hanya tertarik mengenai akuisisi lagi, adalah penting untuk memahami bagaimana dasar kegiatan sesuai dengan kerangka pendidikan.

Pertama, National Center for Learning Disabilities mendefinisikan kegiatan utama sebagai "instruksi yang dirancang khusus, tanpa biaya kepada orang tua, untuk memenuhi kebutuhan yang unik dari seorang wanita dengan cacat. Tergantung pada kebutuhan anak serta negara, gedung kabupaten lokal dan bangunan besar kebijakan, kegiatan utama layanan gagap akan ditawarkan dalam perbedaan struktur dan perbedaan dalam pengaturan. " Amerika Serikat yang memberikan kesempatan pendidikan dan dana untuk kebutuhan mereka yang utama. Siapa yang memenuhi syarat untuk mendukung aktivitas utama?

Tigabelas cacat memenuhi syarat:

1. Autism
2. Sambutan dan Bahasa pelemahan
3. Alat pelemahan
4. Tuli / Blind
5. Visual pelemahan
6. Mental penghambatan
7. Multiple Disabilities
8. Tulang pelemahan
9. Serius Kesehatan Impairments
10. Emosional / Perilaku Disorder
11. Melukai Brain Injury
12. Multi-indrawi pelemahan
13. Learning Disabilities

Sejak 1975, ketika Kongres dilantik kebutuhan utama untuk kegiatan pelayanan, berbagai tindakan diproduksi membantu kebutuhan mereka yang utama. Pertama akumulasi yang telah disahkan bernama Pendidikan untuk Semua Anak Cacat Undang-Undang. Di tahun 1990, pembaruan disahkan bernama The Individu Penyandang Cacat Undang-Undang Pendidikan, atau IDEA dan pada tahun 2004 ini akumulasi telah diupdate lagi dan hari ini disebut sebagai IDEA 2004. IDEA 2004 federal menyediakan dana untuk kegiatan utama memberikan kepada siswa dengan salah satu cacat di atas. Fare (Free Tepat Publik Pendidikan) dilindungi oleh IDEA 2004 sebagai benar untuk setiap perempuan dan tanah di setiap wilayah AS. Lebih dari 6 juta siswa manfaat utama dari kegiatan pelayanan.

Siswa penyandang cacat yang hit alarming drop-out tinggi. Pada tahun 2000 lebih dari 5 persen dari siswa putus sekolah tinggi. Siswa ini, 27 persen memiliki berbagai akuisisi cacat. Jadi pasti sambil memukul diambil langkah-langkah untuk memberikan pendidikan dasar, IDEA 2004 bukan tujuan akhir. Dan pada kenyataannya, the US Department of Education adalah lebih mempersiapkan peraturan federal yang membantu membatasi IDEA 2004. Proposal yang dikirim pada bulan Juni 2005, masih akhir peraturan tidak karena hingga akhir musim panas 2006. Beberapa negara sudah menerapkan peraturan yang diusulkan dan tekan peraturan mereka sendiri di samping mandat federal. Tetapi negara-negara lain yang tidak aktif sampai akhir peraturan yang dikeluarkan sebelum menerapkan perubahan sendiri.

Setiap tanah memiliki tanah mereka sendiri kegiatan departemen dengan akses yang paling Diperbaharui peraturan tentang pendidikan dasar. Juga di bawah IDEA 2004, masing-masing tanah yang diperlukan untuk memukul setidaknya satu Parent Pelatihan dan Pusat Informasi (PTI). Sumber daya ini berada di tempat orang tua untuk membantu menemukan informasi tentang aktivitas utama yang tersedia di daerah mereka. Kegiatan utama sebagai sumber daya yang baik dan sesuai-update, lebih banyak pelajar akan pergi diperlukan dan adil sesuai aktivitas kesempatan untuk membantu mereka berhasil.

Sumber: http://www.earticlesonline.com/id/Article/Special-Eduction-Overview-By-Lancers

Setiap anak memiliki fitrah Islam dan dipersiapkan untuk menjadi khalifah di muka bumi. Ingatlah ketikaTuhanmu berfirman kepada para malaikat: “ Sesun

Setiap anak memiliki fitrah Islam dan dipersiapkan untuk menjadi khalifah di muka bumi. Ingatlah ketikaTuhanmu berfirman kepada para malaikat: “ Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi... “ (Qs. Al-Baqarah : 30 ). Untuk itu anak harus diberi pendidikan agar dapat mempersiapkan dirinya, mempeljari, dan memanfaatkan sarana dan prasarana yang telah dianugrahkan Allah SWT kepadanya.

Memberikan pendidikan pada anak usia dini atau anak usia 0 - 8 tahun, telah menjadi perhatian para orang tua, ahli pendidikan, masyarakat dan pemerintah. Anak usia dini (AUD) merupakan kelompok yang berada dalam proses perkembangan unik. Karena proses perkembangannya (tumbuh dan kembang) terjadi bersamaan dengan golden age (masa peka). Golden age merupakan waktu paling tepat untuk memberikan bekal yang kuat kepada anak. Pada masa itu anak melakukan proses pertumbuhan dan perkembangan (koordinasi motorik kasar dan halus), daya pikir, daya cipta, bahasa dan komunikasi (Kecerdasan Jamak). Di masa peka, kecepatan pertumbuhan otak anak sangat tinggi hingga mencapai 50 persen dari keseluruhan perkembangan otak anak selama hidupnya. Artinya, golden age merupakan masa yang sangat tepat untuk menggali segala potensi kecerdasan anak sebanyaknya.

Piaget (Forman, 1983) menyarankan agar aspek kognitif, moral dan fisiologis dirangsang pengembangannya secara terpadu dalam aktivitas pembelajaran. Oleh sebab itu, dalam mengorganisiasi dan mengurutkan proses pembelajaran anak usia dini yang efektif, harus sesuai dengan perkembangannya yang diselaraskan dengan aspek ilahiyah.

Pertumbuhan dan perkembangan AUD perlu diarahkan pada peletakan (dasar yang tepat bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia seutuhnya. Dengan demikian anak dapat berkembang optimal. Sedangkan makna PAUD bukan semata agar anak dapat bersekolah lalu mendapatkan pendidikan dan pengetahuan, tetapi lebih luas dari itu. Anak menjadi tumbuh dan berkembang lebih sempurna bila mendapatkan pendidikan paripurna (komprehensif) antara kecerdasan spiritual, Intelektual dan emosional.

Untuk dapat memberikan pendidikan yang paripurna, berikut ini penjelasan yang dapat kami berikan berkenaan dengan cara-cara yang efektif dalam mengorganisasi dan mengurutkan proses pembelajaran bagi anak usia dini yang dianalisis melalui perkembanan anak pada rentang usia 0-3 tahun. Mudah-mudahan apa yang kami bahas dan kami sampaikan dapat memberikan gambaran kepada khalayak ramai yang peduli kepada tumbuh kembang anak melalui website Bunyan ini.

Aspek-aspek Perkembangan Fisiologis Anak Usia Dini 0 Sampai 3 Tahun

1. Perkembangan Otak dan susunan syaraf Pusat

Pada waktu dilahirkan, bayi hanya memiliki otak seberat 25% dari berat otak orang dewasa. Syaraf-syaraf yang ada di pusat susunan syaraf belum berkembang dan berfungsi sesuai dengan fungsinya dalam mengkontrof gerakan motorik. Artinya, bayi belum dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang memerlukan koordinasi sistem syaraf, seperti kegiatan motorik halus (fine motoric) maupun keterampilan motorik kasar (gross motoric). Oleh karena itu, aktivitas bayi bersifat pasif yakni memerlukan rangsangan (stimulasi) dari luar dan biasanya is selalu berada di seputar tempat tidurnya.

Kemudian Pada tahun pertama dan kedua setelah kelahiran, otak terus berkembang. Pada usia 3 – 4 tahun, berat otak anak telah mencapai 75% dari berat otak orang dewasa. Pada tahun berikutnya, berat otak anak mencapai 90% dari berat orang dewasa. Dan susunan syaraf pusat berkembang sejalan dengan perubahan berat otak tersebut. Perkembangan ini berjalan sampai usia 12 tahun.

Seiring dengan perkembangan fisik dan usia anak, syaraf-syaraf yang berfungsi mengontrol gerakan motorik mengalami proses neurological maturation (kematangan neurologic). Kematangan secara neurologic ini merupakan hal yang penting dan berpengaruh dalam mengontrol gerakan motoriknya.

2. Perkembangan tubuh

Perkembangan tubuh merupakan perkembangan yang berjalan sesuai dengan prinsip yang disebut cephalocaudal, yaitu prinsip perkembangan yang dimulai dari atas, yaitu kepala, dan berlanjut secara teratur ke bagian bawah tubuh. Contohnya ialah pada bagian wilayah atas kepala yaitu mata dan otak berkembang lebih pesat dibandingkan dengan bagian bawah seperti rahang.

Serta prinsip Proximodistal, yaitu urutan pertumbuhan di mana pertumbuhan dimulai pada bagian tengah tubuh lalu bergerak menuju kaki dan tangan. Contohnya ialah bahwa kematangan awal kendali otot diawali oleh batang tubuh dan lengan baru tangan dan jari

Pada usia dua bulan dalam kandungan, kepala bayi berukuran setengah dari seluruh ukuran tubuhnya. Pada waktu dilahirkan, kepala bayi berukuran seperempat dari seluruh ukuran tubuhnya. Selanjutnya, pada usia 2 – 5 tahun kepala anak hanya berukuran seperlima dari ukuran tubuhnya, dan pada usia 6 tahun kepala anak memiliki ukuran sepertujuh dari ukuran tubuhnya. Pada usia inilah anak telah memiliki proporsi tubuh yang akan mewamai proporsi tubuhnya di masa dewasa.

Secara normal, pertambahan tinggi badan selama masa kana-kanak hanya sebanyak 2,5 inchi setahun dan berat badan secara normal hanya bertambah 2,5 – 3,5 kilogram setahun.

3. Perkembangan Psikomotorik

Otak merupakan pusat syaraf yang berfungsi untuk melakukan koordinasi gerakan organ-organ fisik. Telah disebutkan sebelumnya bahwa pada awalnya, fungsi otak bayi belum mampu menjalankan gerakan sadar. Sebagian besar gerakan – gerakan dan aktivitas bayi dipengaruhi oleh sistem syaraf otonom yang bersifat reflektif artinya gerakan itu terjadi tanpa koordinasi syaraf pusat yang disadari. Berikut macam-macam gerakan refleks yang dilakukan bayi:

a. Refleks Permenen, yaitu gerakan-gerakan refleks yang muncul sejak bayi dan akan tetap ada selama individu tumbuh kembang – menjadi dewasa. Ada tujuh refleks permanen yaitu (1) kedipan mata, (2) pernapasan,(3) sentakan kaki, (4) gerakan biji mata, (5) batuk, (6) bersin, (7) menelan.

b. Refleks Sementera, yaitu gerakan refleks yang terjadi pada masa bayi dan akan hilang dengan sendirinya, beberapa bulan atau setahun sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan hidupnya. Ada sembilan refleks sementara yaitu (1) babinski. (2) memegang, (3) moro, (4) mencari, (5) melangkah, (6) mengisap, (7) berenang, (8) dan tonick neck.

Tabel 1. Refleks Sementara Pada Bayi

Refleks


Srimulasi


Respon Bayi


Pola Perkembangan

Babinski


Telapak kaki diusap


Menyebarkan jari kaki, memutar-mutarkan kaki


Menghilang setelah 9 bulan-1 tahun

Memegang


Telapak tangan diusap


Memegang dengan kuat


Melemah setelah 3 bln dan menghilang setelah 1 tahun

Moro (mengejutkan)


Stimulasi tiba-tiba, seperti mendengar suara nyaring atau diturunkan


Kaget, melengkungkan punggung, melemparkan kepala ke belakang, merentangkan lengan dan kaki serta kemudian menutupkannya ke pusat tubuh


Menghilang setelah 3-4 bulan

Mencari


Leher atau pinggir mulut diusap


membalikkan kepala, membuka mulut, mulai mengisap


Menghilang setelah 3-4 bulan

Melangkah


Bayi diangkat dan diturunkan untuk menyentuh tanah


menggerakkan kaki seolah-olah berjalan


Menghilang setelah 3-4 bulan

Mengisap



Benda menyentuh mulut


respon bayi mengisap secara otomatis



Menghilang setelah 3-4 bulan

Berenang


bayi menaruh wajah ke bawah di dalam air


membuat gerakan-gerakan berenang yang terkoordinasi


Menghilang setelah 6-7 bulan

Leher di topang


bayi ditelentangkan,


mengepalkan tinju kedua tangan dan biasanya membalikkan kepala ke kanan


Menghilang setelah 2 bulan

Walaupun belum mampu melakukan gerakan koordinatif, namun gerakan refleks pada dasarnya memerlukan pemfungsian organ-organ fisik bayi. Organ –organ fisik yang digerakkan secara terus – menerus merupakan sarana pelatihan untuk memperkuat otot – otot, sehingga dapat dijadikan persiapan diri guna melakukan akiivitas yang lebih berkualitas. Pada dasarnya, Gerakan refleks merupakan dasar yang akan memacu perkembangan keterampilan motorik kasar maupun halus.

Implikasi Perkembangan Fisiologis dalam Proses Pembelajaran

1. Melakukan rangsangan – rangsangan positif yang dapat mengembangkan kecerdasan maupun keberbakatan anak sejak dini. Sifat stimulasi yang diberikan kepada anak sebaiknya yang bersifat menarik, menyenangkan, dan sederhana. misalnya: benda yang berwarna-warni, bentuknva lucu, dan indah,

2. Mempelajari keterampilan motorik mulai dari berguling, merangkak, duduk, berdiri dan berjalan (gradasi tingkat kemampuan).

3. Mempelajari keterampilan menggunakan panca indera, seperti melihat atau mengamati, meraba.


Sumber: http://bunyan.co.id/new/?m=article&id=12372737

Kasih Sayang adalah Kebutuhan Dasar Anak

Tempat pertama anak belajar adalah keluarga, Baik tidaknya karakter anak ditentukan oleh keluarga. Setiap anak orang membutuhkan perhatian dan kasih sayang begitu juga dengan anak-anak kita. Kasih sayang adalah kebutuhan dasar anak. Banyak orang tua yang salah persepsi mengenai kasih sayang, sehingga anak dapat bertindak semaunya. Kasih sayang terhadap anak bukan berarti mebiarkan anak bertindak semaunya. Mengungkapkan kasih sayang yang baik dapat melalui:

1. Sentuhan Positif

Yaitu segala sesuatu dari orang tua yang memberi dampak positif pada anak baik secara verbal maupun non verbal. Sentuhan positif verbal berupa ungkapan atau kata-kata yang diucapkan langsung orang tua kepada anaknya. Seperti mama dan papa sayang kamu, engkau buah hati mama papa, engkau adalah cinta kami dan lain-lain. Sedangkan sentuhan non verbal berupa bahasa tubuh yang mengekspresikan rasa sayang orang tua kepada anaknya, seperti pelukan hangat, belaian lembut.

2. Kepekaan terhadap Kebutuhan Anak

Yaitu kepekaan orang tua terhadap kebutuhhan fisik dan nonfisik sepertiorang tua mengetahui kapan anaknya lapar dan haus, kebutuhan pakainnya. Sedangkan kebutuhan non fisik, misalnya ketika mengetahui anak balitanya sedih, orang tua mendekatkannya untuk menanyakan apa yang dirasakan dan apa yang membuatnya sedih. Mengembangkan minat dan menggali bakat anak termasuk juga kepekaan terhadap kebutuhan non fisik anak.

3. Memiliki Waktu Bersama Anak

Yaitu waktu dimana orang tua bisa bersama dengan anak-anaknya. Termasuk waktu untuk mendampingi dan mengarahkannya, mengembangkan berbagai kemampuan yang dimiliki anak, mulai dari kemampuan motorik kasar dan halusnya seperti memanjat, berjalan, berlari, mencoba makan sendiri, mengenakan baju sendiri dan sebagainya. Disamping orang tua menyediakan waktu untuk bercengkrama dan bermain bersama anak, bahkan orang tua sepenuhnya terlibat dalam aktivitas bermain yang memiliki tujuan tertentu. Misalnya bermain peran yang akan mengasah kemampuan anak bersosialisasi. Memberi perhatian dan kasih sayang terhadap kasus sesuai dengan porsi, tidak berlebihan dan tidak juga kekurangan. Ibarat vitamin bagi mental anak, pemberian cinta hendaknya sesuai dengan porsinya.



Tips Memberi Kasih Sayang Sesuai Porsi

1. Memperhatikan Kepribadian Anak

Penyampaian bahasa cinta tidak dapat disamaratakan pada setiap anak karena mereka memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Maka dibutuhkan pengetian antara orang tua dan anak.

2. Melihat Kebutuhan Anak

Kebutuhan anak berbeda dari waktu ke waktu. Misalnya saat ia sakit, maka ia membutuhkan perhatian dan pelayanan lebih banyak disbanding saat sehat.

3. Memperhatikan Usia Anak

Pemberian kasih sayang akan berbeda saat anak masih balita dengan anak umur 8 tahun.


4. Menyeimbangkan Pemberian Hadiah dan Sanksi

Pemberian sanksi dilakukan saat anak memang berbuat salah dan pemberian hadiah jika anak memang pantas mendapatkannya.




Sumber: http://bunyan.co.id/new/?m=article&id=1229495104

Pengaruh Permainan pada Perkembangan Anak

Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan seseorang untuk memperoleh kesenangan, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Ada orang tua yang berpendapat bahwa anak yang terlalu banyak bermain akan membuat anak menjadi malas bekerja dan bodoh. Pendapat ini kurang begitu tepat dan bijaksana, karena beberapa ahli psikologi mengatakan bahwa permainan sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa anak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi permainan anak :

1. Kesehatan

Anak-anak yang sehat mempunyai banyak energi untuk bermain dibandingkan dengan anak-anak yang kurang sehat, sehingga anak-anak yang sehat menghabiskan banyak waktu untuk bermain yang membutuhkan banyak energi.

2. Intelligensi

Anak-anak yang cerdas lebih aktif dibandingkan dengan anak-anak yang kurang cerdas. Anak-anak yang cerdas lebih menyenangi permainan-permainan yang bersifat intelektual atau permainan yang banyak merangsang daya berpikir mereka, misalnya permainan drama, menonton film, atau membaca bacaan-bacaan yang bersifat intelektual.

3. Jenis kelamin

Anak perempuan lebih sedikit melakukan permainan yang menghabiskan banyak energi, misalnya memanjat, berlari-lari, atau kegiatan fisik yang lain. Perbedaan ini bukan berarti bahwa anak perempuan kurang sehat dibanding anak laki-laki, melainkan pandangan masyarakat bahwa anak perempuan sebaiknya menjadi anak yang lembut dan bertingkah laku yang halus.

4. Lingkungan

Anak yang dibesarkan di lingkungan yang kurang menyediakan peralatan, waktu, dan ruang bermain bagi anak, akan menimbulkan aktivitas bermain anak berkurang.

5. Status sosial ekonomi

Anak yang dibesarkan di lingkungan keluarga yang status sosial ekonominya tinggi, lebih banyak tersedia alat-alat permainan yang lengkap dibandingkan dengan anak-anak yang dibesarkan di keluarga yang status ekonominya rendah.

Pengaruh bermain bagi perkembangan anak :
- Bermain mempengaruhi perkembangan fisik anak
- Bermain dapat digunakan sebagai terapi
- Bermain dapat mempengaruhi dan menambah pengetahuan anak
- Bermain mempengaruhi perkembangan kreativitas anak
- Bermain dapat mengembangkan tingkah laku sosial anak
- Bermain dapat mempengaruhi nilai moral anak

Macam-macam permainan dan manfaatnya bagi perkembangan jiwa anak

A. Permainan Aktif

1. Bermain bebas dan spontan

Dalam permainan ini anak dapat melakukan segala hal yang diinginkannya, tidak ada aturan-aturan dalam permainan tersebut. Anak akan terus bermain dengan permainan tersebut selama permainan tersebut menimbulkan kesenangan dan anak akan berhenti apabila permainan tersebut sudah tidak menyenangkannya. Dalam permainan ini anak melakukan eksperimen atau menyelidiki, mencoba, dan mengenal hal-hal baru.

2. Sandiwara

Dalam permainan ini, anak memerankan suatu peranan, menirukan karakter yang dikagumi dalam kehidupan yang nyata, atau dalam mass media.

3. Bermain musik

Bermain musik dapat mendorong anak untuk mengembangkan tingkah laku sosialnya, yaitu dengan bekerja sama dengan teman-teman sebayanya dalam memproduksi musik, menyanyi, atau memainkan alat musik.

4. Mengumpulkan atau mengoleksi sesuatu

Kegiatan ini sering menimbulkan rasa bangga, karena anak mempunyai koleksi lebih banyak daripada teman-temannya. Di samping itu, mengumpulkan benda-benda dapat mempengaruhi penyesuaian pribadi dan sosial anak. Anak terdorong untuk bersikap jujur, bekerja sama, dan bersaing.

5. Permainan olah raga

Dalam permainan olah raga, anak banyak menggunakan energi fisiknya, sehingga sangat membantu perkembangan fisiknya. Di samping itu, kegiatan ini mendorong sosialisasi anak dengan belajar bergaul, bekerja sama, memainkan peran pemimpin, serta menilai diri dan kemampuannya secara realistik dan sportif.

B. Permainan Pasif

1. Membaca

Membaca merupakan kegiatan yang sehat. Membaca akan memperluas wawasan dan pengetahuan anak, sehingga anakpun akan berkembang kreativitas dan kecerdasannya.

2. Mendengarkan radio

Mendengarkan radio dapat mempengaruhi anak baik secara positif maupun negatif. Pengaruh positifnya adalah anak akan bertambah pengetahuannya, sedangkan pengaruh negatifnya yaitu apabila anak meniru hal-hal yang disiarkan di radio seperti kekerasan, kriminalitas, atau hal-hal negatif lainnya.

3. Menonton televisi

Pengaruh televisi sama seperti mendengarkan radio, baik pengaruh positif maupun negatifnya.



Sumber: http://www.e-dukasi.net/artikel/index.php?id=27

850 Guru Ikuti Senam Massal PAUD Ceria

Sekitar 850 ibu-ibu guru Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Kabupaten Lamongan, Kamis (23/4), memeragakan senam massal PAUD Ceria dan lomba senam PAUD Ceria.

Lomba Senam PAUD Ceria di Lamongan dinilai tiga juri pencipta Senam PAUD Ceria, yakni Putut Purnawirawan, Yuniar Ari Riswati, dan Tirta Buringsih. Lomba tersebut diikuti perwakilan guru PAUD dari 27 kecamatan di Kabupaten Lamongan, di mana setiap kecamatan mengirimkan enam perwakilan.

Senam PAUD Ceria secara spesifik diperuntukkan bagi anak usia dini. Kepala Seksi Pendidikan Luar Sekolah Dinas Pendidikan Lamongan Arif Supono menyatakan, gerakan senam dibuat sederhana secara teknik tetapi tetap menyehatkan. Gerakan senam disisipi gerakan unsur fun (menyenangkan) dengan gerakan seperti berenang. Dalam iringan musik untuk senam itu disertai lantunan syair sebagai petunjuk masing-masing gerakan.

Kepala Seksi PAUD Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Timur Puji Astuti menyatakan, kegiatan senam massal PAUD Ceria yang digelar Dinas Pendidikan Lamongan akan dijadikan referensi karena berhasil mengumpulkan hampir 1.000 guru PAUD dalam senam massal.

"Ini sangat bagus sebagai pemicu semangat bagi para pendidik dalam menjalankan tugas mulianya. Senam massal sekaligus sebagai satu bentuk publikasi pada masyarakat akan pentingnya pendidikan bagi anak usia dini," kata Puji.

Menurut Puji, di masa lalu ada banyak anggapan pendidikan anak usia dini tidak terlalu penting, tetapi sekarang pendidikan pada anak usia dini sudah tidak bisa lagi dikesampingkan. Pendidikan ketika anak berada di usia dini sangat penting untuk meningkatkan kualitas hidup anak, baik pendidikan maupun kesehatannya.

"Di usia dinilah masa-masa keemasan perkembangan anak. Saya percaya ibu-ibu guru PAUD mampu menjalankan amanat ini, karena guru PAUD adalah ibu bagi anak-anak masa depan Indonesia," tuturnya.

Kepala Dinas Pendidikan Lamongan Mustofa Nur menambahkan, suatu bangsa hanya bisa maju jika didukung sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni. Anak-anak yang berada di lembaga PAUD nanti akan menjadi SDM penentu kemajuan bangsa. "Di sinilah peran penting guru PAUD sebagai penentu kualitas SDM bangsa ini," ujarnya.


Sumber: http://regional.kompas.com/read/xml/2009/04/23/16072489/850.Guru.Ikuti.Senam.Ma

Kesetaraan: Pendidikan Berbasis Jender

Biaya pendidikan yang setiap tahunnya semakin bertambah mahal semakin membebani orangtua siswa. Akibatnya, bagi siswa dari keluarga miskin, sekolah semakin menjadi impian.

Untuk menikmati fasilitasi pendidikan "berkualitas" semakin tidak memungkinkan. Banyak anak-anak usia sekolah dari keluarga miskin melanjutkan studinya di sekolah yang kualitasnya di bawah standar. Yang penting, biaya terjangkau oleh kocek pendapatan orangtua mereka.

Mahalnya biaya pendidikan di Indonesia disebabkan oleh arus komersialisasi pendidikan. Pendidikan menjadi komoditas yang ditawarkan kepada siswa (orangtua siswa) dengan berbagai variasi biaya.

Pendidikan berkategori "unggulan" biayanya tentu saja setinggi langit. Banyak sekolah unggulan mematok biaya pendidikan mahal. Mulai dari sumbangan pengembangan institusi yang besarnya jutaan rupiah, biaya seragam, biaya kegiatan ekstrakurikuler, hingga buku teks wajib yang seharusnya tidak menjadi beban orangtua siswa.

Dampak komersialisasi pendidikan lambat laun akan membuat diskriminasi hak memperoleh fasilitasi pendidikan bagi anak-anak dari keluarga miskin. Padahal, menikmati pendidikan yang berbiaya murah dan berkualitas adalah merupakan bentuk perwujudan hak asasi manusia, hak sosial-ekonomi-budaya yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara.

Pemerintah (negara) ini yang telah mengikrarkan diri untuk berkomitmen pada Sasaran Pembangunan Milenium (MDGs) memiliki tanggung jawab untuk memfasilitasi upaya pencapaian pendidikan dasar bagi anak-anak usia sekolah.

Hak memperoleh fasilitasi pendidikan harus dijamin melalui subsidi negara secara berkelanjutan melalui alokasi anggaran negara yang layak.

Sayangnya, filosofi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 (UU Sisdiknas) menjadikan pendidikan bukan lagi sepenuhnya tanggung jawab negara. Negara seolah lepas tangan dalam membiayai pendidikan bagi masyarakat. Pendidikan justru dilepas sebagai "kewajiban" masyarakat untuk ikut andil dalam pembiayaan pendidikan.

Tidak mengherankan alokasi anggaran pendidikan di Indonesia yang dipatok dalam APBN masih belum memenuhi batas minimal 20 persen.

Minimnya alokasi anggaran negara untuk program pendidikan memang akan menyebabkan dampak buruk bagi komitmen memfasilitasi hak anak-anak miskin memperoleh pendidikan layak. Akan semakin banyak anak-anak usia sekolah yang tidak meneruskan sekolah.

Data riset Education Watch tahun 2006 menyebutkan bahwa kecenderungan realitas tidak meneruskan sekolah bagi anak- anak dari keluarga miskin makin meningkat persentasenya. Data anak-anak dari keluarga miskin yang jebol sekolah ketika duduk di bangku sekolah dasar meningkat menjadi 24 persen, sedangkan yang tidak melanjutkan ke bangku sekolah menengah pertama menjadi 21,7 persen. Sementara anak-anak usia sekolah dari keluarga miskin yang jebol sekolah ketika memasuki bangku usia sekolah menengah mencapai 18,3 persen, dan yang tidak meneruskan ke jenjang pendidikan sekolah menengah atas dari sekolah menengah pertama mencapai 29,5 persen.

Diskriminasi

Ironisnya, kebanyakan anak- anak usia sekolah dari keluarga miskin yang gagal melanjutkan sekolah dari jenjang SD ke SMP atau dari SMP ke SMA mayoritas (72,3 persen) adalah siswa perempuan.

Anak-anak perempuan usia sekolah yang tidak meneruskan sekolah selain karena minimnya biaya pendidikan dari keluarga, juga karena masih terjerat cara pandang patriarkis orangtua.

Orangtua anak-anak perempuan usia sekolah dari keluarga miskin menganggap anak-anak perempuan mereka tidak usah melanjutkan sekolah. Lebih baik anak perempuannya langsung dinikahkan atau didorong bekerja di sektor publik sebagai pembantu rumah tangga atau buruh informal.

Kondisi demikian menjadikan anak-anak perempuan usia sekolah dari keluarga miskin menjadi kelompok sosial yang dilanggar hak sosial-ekonomi-budayanya. Mereka tidak bisa mendapatkan hak memperoleh (menikmati) pendidikan yang berkualitas dan berbiaya murah.

Andai kata pun anak-anak perempuan usia sekolah dari keluarga miskin bisa meneruskan studi sampai jenjang sekolah menengah, mereka terpuruk menjadi pekerja sektor informal berupah murah.

Membaca realitas di atas, maka sebenarnya dunia pendidikan di negeri ini telah mendiskriminasi hak-hak anak perempuan.

Pendidikan alternatif

Untuk itulah saat ini perlu bagi kalangan penggiat pendidikan alternatif untuk mengembangkan program pendidikan berbasis kesetaraan jender.

Langkah-langkahnya adalah, pertama, perlu dirumuskan reorientasi kurikulum pendidikan sekolah alternatif yang sensitif jender sehingga ada penghormatan terhadap hak-hak anak-anak perempuan.

Kedua, perlu kalangan penggiat pendidikan alternatif untuk mendesak adanya plafon subsidi anggaran pendidikan yang khusus untuk anak-anak usia sekolah dari komunitas perempuan (keluarga miskin) sehingga mereka bisa melanjutkan studi setidaknya sampai lulus jenjang sekolah menengah atas.

Ketiga, perlu diimplementasikan program perwujudan kesetaraan hak pendidikan bagi anak perempuan dalam berbagai jenjang dan jenis pendidikan.

Keempat, kesetaraan dalam mengaktualisasikan diri dalam proses dan kegiatan belajar-mengajar.


Sumber: http://www.menegpp.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=103:kesetaraan-pendidikan-berbasis-jender-&catid=49:gender&Itemid=90

SDM - Penghambat Perkembangan Pendidikan Menengah Pertama dan Menengah Atas

Setelah rezim Orde Baru jatuh pada tahun 1998, semakin banyak kita lihat pemerintah Indonesia mencoba untuk melakukan perubahan sistem hampir di semua bidang seperti pada contohnya ekonomi, pendidikan, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan masih banyak lagi yang mungkin tidak bisa disebutkan satu persatu.
Disini kita akan lebih memfokuskan pada perkembangan sistem pendidikan di Indonesia. Negara kita Indonesia apabila kita analisa lebih rinci sebenarnya mempunyai banyak sekali tantangan terhadap perkembangan pendidikan, salah satunya yang sangat penting adalah minat siswa yang kurang dan berbagai kebijakan-kebijakan baru dan selalu berubah seakan-akan menjadikan siswa sebagai kelinci percobaan, dan juga korupsi yang bukanlah hanya dapat mencuri anggaran negara untuk masa kini, tetapi juga untuk generasi dimasa yang akan datang yang dapat mengurangi anggaran negara untuk memfasilitasi perkembangan pendidikan yang sedang berjalan.
Di tanah air kita Indonesia ini, yang terdiri dari 17,000 pulau lebih, memang harus kita akui bahwa jalur komunikasi yang efektif dan partisipasi masyarakat dalam pengembangan pendidikan masih sangatlah sulit. Pengembangannya pun tidak bisa kita pungkiri bahwa masih belum dapat dikatakan adil dan merata, contohnya adalah kota-kota besar biasanya mendapatkan dana yang jauh lebih banyak dan perhatian yang lebih dari pemerintah ketimbang daerah-daerah pedalaman yang seharusnya mendapatkan “special attentions” dari pemerintah tetapi masih belum juga dapat terlaksana.
Kualitas pendidikan di Indonesia pun akan dapat ditingkatkan dengan cepat dan secara signifikan bilamana sumber daya manusia (guru yang berkualitas dan memliki profesionalisme yang tinggi) dan sumber daya lainnya yang sudah terdapat di Indonesia dapat dimanfaatkan merata. Akan tetapi, semua ini hanya bisa efektif jika suara masyarakat pendidikan secara luas didengarkan dan kemandirian ataupun kepercayaan masyarakat secara luas dapat dicapai.
IDENTIFIKASI & ANALISA PERMASALAHAN

Lalu apa yang sebenarnya menjadi penghambat perkembangan pendidikan saat ini? Dan apakah yang harus dihadapi bukan hanya oleh pemerintah saja tetapi juga oleh seluruh lapisan masyarakat didalam perkembangan pendidikan di negara kita tercinta ini
Ada beberapa hal yang sangat penting yang menjadi pokok permasalahan dari penghambat perkembangan pendidikan terlepas dari masalah alokasi dana pendidikan dari APBN/APBN 20% yang sampai saat ini masih belum jelas sistematika pembagian kewenangannya dan upaya peningkatan sumber daya manusia para pengajar yang merupakan hal penting yang harus diperhatikan dan harus ditindak lanjuti, tetapi akan saya lebih fokuskan kepada 2 hal berikut;

1. Pendidikan di Indonesia belum maksimal mengajak semua pelajar berusaha untuk berfikir mandiri dan kurangnya penerapan ilmu menganalisa sesuatu. Memang pemerintah sudah menerapkan solusi yang masih terbilang baru yaitu sistem KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) pengganti kurikulum 1994 yang menerapkan ilmu menganalisa dan menanamkan kemandirian di setiap pelajar tetapi apakah semua itu berjalan dengan lancar? Sedangkan menurut Drs.Yusuf Rianto, Dinas Pendidikan Kulon Progo, selama ini memang belum ada SK Menteri yang menetapkan pemberlakuan KBK. Jadi selama ini kebijakan KBK tersebut secara yuridis formal memang tidak ada dasar hukumnya. Beliau merasa sekarang ini hanya menjadi kelinci percobaan saja. Kurikulum yang selalu berubah-ubah pada setiap pergantian menteri pendidikan menajamkan pandangan masyarakat bahwa ada unsure politik didalamnya dan membuat masyarakat berasumsi bahwa pemerintah tidak ada mempunya konsistensi terhadap sebuah keputusan yang telah diambil. Pada akhirnya pihak siswalah yang paling dirugikan, pelajar yang dipaksa menerima perubahan yang begitu cepat, tanpa alasan yang memadai. Beliau juga menegaskan bahwa ini menunjukkan bahwa sikap pemerintah yang sangat ragu-ragu dan mengambil langkah cepat tanpa memikirkan dampak-dampak yang akan terjadi, menunjukkan pemerintah dalam hal ini Depdiknas dinilai selalu tergesa-gesa, reaktif, tidak transparan dan partisipatif.

2. Kebijakan Nilai UAN (Ujian Akhir Nasional) / Ujian Akhir Semester atau sejenisnya yang terbilang sangat memaksakan para pelajar. Didalam artikelnya Bapak Achmad Sentosa, seorang advisor untuk Partnership for Governance Reform in Indonesia menyatakan kekhatirannya bahwa UAN hanya akan mememperpanjang deret masalah dalam dunia pendidikan di Indonesia. UAN mempunyai dampak negatif yang sangat besar terhadap perkembangan mental pelajar Indonesia. Kita dapat mengambil satu contoh nyata, dikutip dari kompas cyber media edisi Juni 2006 seorang siswa SMK di Pontianak memilih jalan pintas untuk mengakhiri hidupnya lantaran tidak lulus didalam UAN, ini sudah jelas bahwa kebijakan tersebut telah menurunkan selera serta mentalitas pelajar untuk saling berkompetensi dalam menuntut ilmu. Pasal 60 UU No. 39 tahun 1999 menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecedasannya. Apabila sistem pendidikan kita melalui kebijakan konversi nilai tidak mampu menghargai siswa sesuai dengan bakat dan tingkat kecedasannya, maka perbuatan ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM.
William Chang juga menyebutkan dalam artikel yang pernah di muat di media yang sama kompas bahwa, penerapan instrument multiple choice pada UAN juga tidaklah terlalu cukup untuk merepresentasikan kemampuan kognitif, afektif, maupun psikomotorik siswa secara komprehensif dan objektif. Lama kelamaan secara tidak langsung, dari satu sisi, sistem ini akan lebih condong untuk menghargai pelajar yang mempunyai intelektualitas yang tinggi daripada anak-anak yang mempunyai tingkat intelektualitas sedang dan rendah. Dengan begitu pelajar yang mempunyai tingkat intelektualitas sedang dan rendah akan mengalami suatu perang batin apakah mereka cukup kompeten atau tidak. Dan apabila ini terus berlanjut tidak dapat dipungkiri bahwa akan banyak pelajar Indonesia pada masa mendatang yang akan mengalami penurunan mental yang selanjutnya akan menjadi salah satu pengambat dalam perkembangan pendidikan itu sendiri dan masalah ini sudah bisa digolongkan pada diskriminatif dalam dunia pendidikan formal.




USULAN SOLUSI PERMASALAHAN

Melihat 2 jenis permasalahan dan setelah bersama-sama kita analisa masalah diatas, saya mempunyai beberapa usulan mengenai solusi dari setiap permasalahan diatas, berurutan dari nomor identifikasi permasalahan, yaitu;

1. Memotivasi minat pelajar Indonesia untuk mencintai sekolah. Dengan cara, pelajar dituntun untuk mengikut sertakan dirinya berperan aktif dalam belajar dan mengembangkan kreatifitas pelajar. Sebagai salah satu sample pendidikan negara maju dan saya akan mencoba memberikan sebuah perbandingan dari pendidikan di Finlandia yang menjadi negara dengan sistem sekolah terbaik di dunia, menurut Alex Steffan seorang Direktur Eksekutif World Changing Weblog.
Didalam artikel yang dimuat di Website Negara Finlandia penulis Virual Finland yaitu Sarra Korpela, setiap sekolah di Finlandia dianjurkan untuk memiliki ruang tersendiri untuk pembuatan majalah, musik, drama, ilmu pengetahuan seperti laboratorium, pendidikan lingkungan, ruang olahraga dan perpustakaan. Dan kebanyakan memiliki taman yang diisi dengan tempat duduk santai untuk membaca. Kembali ke jam pelajaran, mereka lebih banyak memilih pekerjaan kelompok daripada bekerja secara individu, agar tidak hanya menerima pelajaran tetapi juga bisa mengimplementasikannya.
Di web yang sama Alex Steffan mengatakan, “maybe the secret is what they don't do: Finnish students spend less time in class than students in any other industrialized nation”.
Dari contoh-contoh diatas kita bisa mengambil gagasan baru bahwa untuk mencapai pendidikan yang aktif dan kreatif sekolah tidak boleh hanya dijadikan tempat untuk sekedar belajar tetapi juga untuk bermain dan tempat yang bisa menunjang pengekspresian minat dan bakat terpendam siswa.
Untuk masalah kurikulum yang sedang terjadi menurut saya, pergantian kurikulum yang terus menerus akan merusak tatanan pendidikan yang telahada, dan pada akhirnya akan bingung dimana kurikulum kita sebenarnya berada dana akan dibawa kemana kurikulum kita. Seharusnya pemerintah melakukan reevaluasi dari kurikulum yang ada untuk menghilangkan hal-hal yang tidak relevan dan menambah hal yang masih harus diisi dalam kurikulum tersebut. Sehingga pemerintah tidak lagi melakukan pergantian yang berulang-ulang.

2. UAN dapat terus dilaksanakan apabila dalam konteks untuk dapat mengetahui pencapaian target pendidikan nasional, dengan begitu pemerintah dapat mengetahui daerah mana yang sudah mencapai target dan daerah mana yang belum agar dapat ditindaklanjuti kemudian. Tetapi, UAN tidaklah perlu dilaksanakan apabila hanya bertujuan untuk standarisasi kelulusan. Saya berikan dua contoh ilustrasi dampak yang akan terjadi apabila UAN menjadi stardarisasi kelulusan. Ada seorang pelajar yang rajin dan pintar, tidak pernah bolos, selalu juara, berkepribadian positif akan tetapi, tetapi karena pada malam sebelum ujian, salah satu keluarganya sakit, sehingga harus masuk rumah sakit dan harus menemani, ketika pagi harinya ujian berlangsung dia mengerjakan soal diliputi dengan perasaan was-was, tidak dapat berkonsentrasi penuh dan akhirnya hasil ujiannya dinyatakan gagal. Dan sebaliknya seorang siswa lainnya yang sering bolos, nilainya kurang memuaskan, tetapi pada saat ujian, kebetulan duduk berdekatan dengan anak yang pintar, sehingga dapat mencontek, akhirnya ujiannya dinyatakan lulus. Kita bisa melihat dari dua contoh diatas bahwa sungguh tidak adil apabila Ujian Akhir Nasional harus dijadikan standarisasi kelulusan siswa. Apakah pendidikan seperti ini yang diharapkan pemerintah kita?? Apakah pemerintah terlalu mementingkan sebuah nilai?? Apakah di Indonesia ilmu sudah bisa dibayar dengan sebuah nilai ujian???? Seharusnya pemerintah memberi kesempatan dan otonomi kepada sekolah dalam hal ini adalah guru untuk menentukan kelulusan karena gurulah yang paling mengetahui proses perkembangan siswa selama di sekolah.
Menanggapi pendapat dari William Chang, saya mengusulkan agar penerapan instrument ujian untuk Multiple Choice diganti atau ditambahkan dengan penerapan studi kasus dalam ujian dan pembelajaran dan essay untuk meningkatkan ilmu menganalisa siswa. Didalam buku yang ditulis oleh Fredrick G.Brown disebutkan bahwa dengan essay para pelajar dan pengajar dapat mengukur pengetahuan dan ketrampilan siswa atau sebagai dasar untuk mengambil keputusan. Terdapat beberapa alasan mengapa mengukur pencapaian siswa. Sebelum itu kita menuju alasan tersebut mari kita ulas bersama apa yang dimaksud dengan pencapaian siswa. Implikasi kemampuan mengekspresikan pengetahuan ini ke berbagai cara, melihat hubungan dengan pengetahuan lain, dan dapat mengaplikasikannya ke situasi baru, contoh dan masalah. Ketrampilan kita artikan mengetahui bagaimana mengerjakan sesuatu.

Dua statement solusi tersebut ternyata memiliki hubungan yang kuat dan hubungan timbal balik demi mencapai pendidikan Indonesia yang didambakan oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia yang didukung dengan kurikulum yang transparan. Yang dimaksudkan dengan transparan disini adalah kejelasan proses kurikulum dan memiliki simbiosis mutualisme antara pemerintah dan anggota sekolah (guru dan pelajar).

Sumber: http://indonesiamasadepan.net/index.php?option=com_content&task=view&id=55